PERUNDANG-UNDANGAN


Oleh: Putro Suryonegoro*


Undang-undang merupakan sistem yang terpenting dalam pelaksanaan rangkaian kekuasaan kelembagaan negara, undang-undang memuat hal-hal yang menerangkan bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat maupun, juga memuat aturan-aturan yang mengatur berbagai regulasi dan bertindak, dan juga sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, kaidah perundang-undangan di dalam hukum kebiasaan mengupayakan cara negara dan warganya agar dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hokum, dan menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hokum maupun perlindungan hak asasi manusia.
Dari itu semua kita melihat adanya hal pokok pentingnya aturan undang-undang yang selalu mengarahkan dan menjadi solusi yang apabila terjadi hal yang tidak dikehendaki, maka tulisan ini berusaha menjelaskan seberapa jauh kesesuaian hukum aturan yang selalu harus ditaati di dalam berinteraksi dalam hidup, dan berdasarkan sumber manakah yang menciptakan kaidah hukum, serta hakikat berbagai macam hukum undang-undang.

A. Pengertian Perundang-undangan

Undang-undang didalam bahasa Inggris memiliki arti Legislation yang berasal dari bahasa Latin yaitu lex, legis yang berarti hukum. Berarti, sumber hokum adalah semua dokumen yang dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi yang dibuat dengan mengikuti prosedur tertulis. Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia, adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
Sedangakan undang-undang di dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan dengan ketentuan dan peraturan negara yg dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dsb), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, badan legislatif, dsb), ditandatangani oleh kepala negara (presiden, kepala pemerintah, raja), dan mempunyai kekuatan yg mengikat.
Secara etimologis, erundang-undangan berasal dari istilah ‘undang-undang’, dengan awalan ‘per’ dan akhiran ‘an’. Imbuhan Per-an menunjukkan arti segala hal yang berhubungan dengan undang-undang. Sedangkan secara maknawi, pengertian perundang-undangan belum ada kesepakatan. Ketidaksepakatan berbagai ahli sebagian besar ketika sampai pada persoalan apakah perundang-undangan mengandung arti proses pembuatan atau mengandung arti hasil atau produk dari pembuatan perundang-undangan.
Istilah perundang-undangan lebih cocok digunakan untuk menggambarkan proses dan teknik penyusunan atau pembuatan keseluruhan Peraturan Negara, sedangkan istilah peraturan perundang-undangan untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis atau macam Peraturan Negara. Dalam arti lain Peraturan Perundang-undangan merupakan istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan berbagai jenis dan bentuk peraturan dalam berbagai macam produk hukum tertulis yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum yang dibuat oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang.
Maka suatu produk hukum akan disebut sebagai peraturan perundang-undangan apabila memiliki 3 kriteria yaitu; tertulis, mengikat umum, dan dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga berwenang, berdasarkan kriteria di atas, maka tidak setiap aturan tertulis yang dikeluarkan pejabat merupakan peraturan perundang-undangan, sebab dapat saja bentuknya tertulis tapi tidak mengikat umum, namun hanya untuk perorangan berupa keputusan misalnya. Begitu pula yang bersifat untuk umum dan tertulis, namun karena dikeluarkan oleh suatu organisasi maka hanya berlaku untuk anggota didalamnya saja

B. Sumber Perundang-Undangan

Bermacam-macam sumber dalam kaidah perundang-undangan pada dasarnya kembali kepada jumlah kaidah hukum yang majemuk, dan sumber-sumber kaidah perundangan sebagian berasal dari sumber materil, sumber sejarah, sumber-sumber formil, maupun interpretasi hukum. Ketergantungan pengaruh sejarah suatu negara sangat memiliki arti dalam proses terbentuknya perundang-undangan dalam negara tersebut, sebagaimana hukum syari’ah Islam mendapatkan ruang dalam jumlah besar di antara sumber-sumber kaidah perundang-undangan di dalam negara Islam.

1. Sumber-sumber Materiil Hukum

Sumber hukum yang menentukan isi dan kandungan suatu peraturan atau kaidah hukum yang mengikat setiap orang disebut sumber hukum materiil. Sumber hukum materiil berasal dari perasaan hukum masyarakat, pendapat umum, kondisi sosial-ekonomi, hasil penelitian ilmiah, tradisi, agama, moral, perkembangan internasional, geografis dan politik hukum.
Kandungan kaidah perundang-undangan dapat dijelaskan dari beberapa hal seperti dalam kondisi ekonomi, sosial, politik maupun yang lainnya, yang menuntut para legislator dan pembuat hukum bekerja dalam membentuk rumusan asas yang menjadi hukum perundangan maupun bekerja dalam mengamandemen hukum, maka dengan jelas hal di atas menentukan dalam pembentukan kaidah-kaidah hukum yang berasal dari sumber materiil maupun sumber hukum yang imateriil.

2. Sumber Sejarah

Yang dimaksud sumber-sumber sejarah hukum ialah wujud keadaan asal mula sejarah suatu negara yang memungkinkan memberi pengaruh dalam pembentukan kaidah-kaidah hukum. Sumber sejarah yang berasal dari suatu negara terkadang sering bermula dari keadaan sejarah rakyatnya maupun keadaan sebelumnya, maka kaidah-kaidah hukum dalam hal ini merupakan gambaran yang terwujud dari sejarah nasional dan tidak akan mungkin menoleh kepada selain sumber sejarah, begitu pula sumber-sumber hukum sejarah yang berasal dari negeri asing atau warga asing.
Seperti dewan parlemen yang selalu kembali kepada asal pembentukannya pada sejarah Britania Raya begitu juga proses cara kerja anggota dewan majelis yang dimulai kemunculannya dan perkembangannya di kerajaan Inggris. Dan sudah sangat diketahui bahwa sistem presidensial atau pemerintahan republik yang kepala negaranya langsung memimpin kabinet tidak akan mungkin dapat ditemukan teori maupun prakteknya kecuali bermula dari Amerika Serikat, dan yang selanjutnya di Swiss.

3. Sumber Hukum Formal

Sumber Hukum Formal adalah sumber yang lebih mengikat dibanding sumber-sumber hukum lainnya tanpa bisa dihindari. Dan sumber-sumber Formal hukum ialah setiap peraturan yang terdapat dalam teks naskah yang tertulis dalam undang-undang biasa, konstitusi, ketetapan para dewan parlemen, maupun kebiasaan-kebiasaan yang dianggap mengikat dalam naskah undang-undang. Dan inilah beberapa sumber hukum yang dikenal dalam ilmu hukum:

a. Undang-undang
b. Kebiasaan atau tradisi
c. Traktat
d. Yurisprudensi
e. Doktrin
f. dan Hukum Agama

a. Undang-undang

Yaitu ketentuan dan peraturan negara yg dibuat oleh pemerintah (menteri, badan eksekutif, dan sebaginya), undang-undang disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, selaku badan legislatif), kemudian ditandatangani oleh kepala negara (presiden, kepala pemerintah, raja), dengan demikian, undang-undang mempunyai kekuatan yg mengikat
Dalam Istilah hukum, Undang-undang dibedakan atas 2 jenis, yaitu : Undang-undang dalam arti materiil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang dilihat dari isinya, disebut UU dan mengikat setiap orang secara umum. Namun tidak setiap UU dapat disebut undang-undang dalam arti materil karena terdapat undang-undang yang hanya khusus berlaku bagi sekelompok orang tertentu sehingga disebut UU dalam arti formal saja, misalnya undang-undang yang terdapat di Indonesia seperti UU No.62 tahun 1958 mengenai naturalisasi.
Sedangkan undang-undang dalam arti formal ialah setiap keputusan pemerintah yang dilihat dari segi bentuk dan cara terjadinya yang dilakukan secara prosedural atau formal.
Undang-undang terwujud dalam bentuk tertulis yang diatur oleh pedoman-pedoman konstitusi dikeluarkan oleh komisi terkait yang proses pembentukannya maupun fungsinya selalu berbeda menurut kondisi yang mempengaruhinya.

b. Kebiasaan, atau Hukum Tradisi

Merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat dan diakui sebagai norma-norma hidup yang positif, namun tidak semua kebiasaan mengandung aturan yang adil dan mengatur di dalam kehidupan masyarakat, sehingga tidak semua kebiasaan dapat dijadikan sumber hukum. Selain kebiasaan, dikenal pula Adat Istiadat, yaitu himpunan kaidah sosial berupa tradisi yang umumnya bersifat sakral, Adat Istiadat mengatur tata kehidupan sosial masyarakat tertentu.
Adat istiadat dan kebiasaan dapat menjadi hukum tidak tertulis apabila telah memenuhi syarat-syarat di antaranya, harus merupakan syarat materiil yaitu; kebiasaan itu berlangsung terus-menerus dan dilakukan secara berkesinambungan, dan syarat kedua, adalah munculnya efek psikologis dari masyarakat itu sendiri seperti adanya keyakinan warga masyarakat bahwa perbuatan maupun kebiasaan itu telah dianggap sebagai suatu kewajiban, dan syarat ketiga, adanya tindakan hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap Adat Istiadat tersebut.
Namun, terdapat perbedaan prinsipil antara hukum kebiasaan dan hukum adat, di antaranya hukum kebiasaan seluruhnya tidak tertulis sedangkan hukum adat sering berupa hukum tertulis dan sebagian lagi tidak tertulis, dan kedua macam hukum kebiasaan tersebut berasal dari kontrak sosial sedangkan hukum adat berasal dari kehendak nenek moyang, leluhur, agama, maupun tradisi masyarakat.

c. Traktat

Traktat sering disebut perjanjian antarbangsa yang merupakan perjanjian internasional antar dua negara (bilateral) atau lebih seperti perjanjian persahabatan maupun perjanjian perdamaian. Maka, Perjanjian Internasional atau traktat adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional (Multilateral). Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Sedangkan perjanjian bilateral dibuat antara dua negara saja.

d. Yurisprudensi

Yurisprudensi merupakan teori dan filosofi dari hukum, yaitu putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan telah memiliki kekuatan hukum tetap, kemudian diikuti oleh hakim lain dalam peristiwa yang sama. Yurisprudensi sering disebut judge made law (hukum yang dibuat pengadilan) sedangakan yurisprudensi di negara-negara Anglo Saxon atau Common Law sering diartikan sebagai ilmu hukum.

e. Doktrin

Ialah pendapat atau ajaran para ahli hukum yang terkemuka dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Doktrin tidak bersifat mengikat seperti Undang-undang, Hukum kebiasaan, Traktat, ataupun Yurisprudensi.

f. Syariat Islam Sebagai Sumber Hukum

Awal pembahasan mengenai Syariat Islam dan sumber-sumber hukum tidak akan terlepas melainkan hanya bagi negara-negara Islam saja, dan juga telah jelas perbedaan mengenai metode persetujuan dalam undang-undang Syariat Islam di dalam satu negara maupun yang lainnya. Arab Saudi sampai saat ini belum membentuk konstitusi apapun, maka jelas kaidah-kaidah Syariat Islam dan hukumnya merupakan konstitusi resmi negara, juga segala aturan harus didasarkan pada hukum-hukum Syariat Islam tanpa ada perselisihan. Sedangkan di Yaman, Syariat islam dianggap sebagai perundang-undangan tertinggi dan satu-satunya sumber dari berbagai undang-undang. Maka perundang-undangan di Yaman berada di bawah hukum Syariat Islam, dan Yaman dianggap sau-satunya negara didalam dunia Islam yang mengkodifikasikan konstitusi yang menjadi bentuk penjelasan dari syariat-syariat Hukum Islam.
Sedangkan di Mesir, Syariat Islam telah mengalami banyak perkembangan, sebagaimana pasal 149 UU tahun 1923 dijelaskan bahwa “Islam adalah agama negara dan Bahasa Arab adalah bahasa resminya”, juga terdapat UU yang menjelaskan dalam hal yang semakna pasal 138 UU tahun 1930, dan pasal 3 UU tahun1956, namun pada UU tahun 1958 (undang-undang ketika Mesir berserikat dengan Syiria) tidak menjelaskan sedikitpun mengenai pasal di atas dan sempat menjadi perdebatan dalam mengundangkan bunyi pasal di atas. Kemudian kembali pada UU tahun 1964 yang mencantumkan kembali bunyi pasal bahwa agama Islam adalah agama negara dan Bahasa Arab ialah bahasa resminya.
Sebagaimana dalam pasal satu dalam undang-undang perdata telah menjelaskan secara nyata bahwa keputusan hakim harus kembali diimplementasikan secara aturan undang-undang, jika belum ditemukan undang-undang tertulis di dalam syariah, maka semua masalah dikembalikan kepada hukum kebiasaan, dan kemudian syariat Islam, namun apabila masih belum didapatkan maka dikembalikan kepada kebiasaan-kebiasaan umum peraturan dan asas keadilan hukum.
Dan syariat Islam di Mesir diyakini para ahli hukum Mesir sebagai sumber pelapis kedua setelah hukum tradisi, dan merupakan urutan ketiga dalam tingkatan sumber-sumber formal hukum setelah undang-undang dan hukum kebiasaan.

C. Ciri-ciri Undang-undang Konstitusi (UUD) Sebagai Sebuah Kaidah Perundang-Undangan.

Terdapat perbedaan pendapat dari para ahli hukum, dan sebagian menolak menggolongkan undang-undang konstitusi (UUD) kepada kaidah aturan hukum atau kaidah perundang-undangan yang dikarenakan tidak adanya salah satu unsur dalam hal berundang-undang. Sebab kaidah hukum tidak dapat dinamakan undang-undang jika tidak memenuhi unsur mengikat dan sifat umum, karena hukum adalah merupakan aturan masyarakat dan di samping itu ditambahkan unsur sanksi atau hukuman yang menyeluruh memaksa publik untuk menghargai hukum, dan sanksi dalam kaidah perundang-undangan adalah hukuman nyata yang diberikan pihak berwenang kepada penentang hukum.
Pada dasarnya kaidah perundangan berkarakter mengikat dan para legislator dewan berwenang, dan apabila sampai terjadi pelanggaran kaidah hukum maka akan diberikan sanksi atasnya. Namun jika tidak terdapat dewan berwenang yang lebih tinggi maka tidak ada badan yang mampu memaksa legislator tersebut untuk menaati kaidah-kaidahnya, dan begitu pula dewan tinggi pembuat undang-undang yang tidak tunduk sepenuhnya terhadap undang-undang dapat saja melakukan penyelewengan kapanpun.
Maka, sebuah negara dapat mengancam dan menghukum secara penuh, namun tidak akan mungkin dapat menggunakan ancaman terhadap dirinya sendiri apabila sampai terjadi pelanggaran hukum, maka para penganut paham formal dalam hal ini menyatakan penolakan penggolongan UUD konstitusi sebagai sebuah kaidah perundang-undangan.

1. Penganut Faham Formal

Penganut teori hukum formal tidak menerima definisi perundang-undangan tanpa adanya unsur sanksi materiil terhadap pelanggar hukum, sejalan dengan itu, salah satu ahli hukum penganut paham formal mendefinisikan sanksi adalah tanggungan (tindakan, hukuman, dsb) untuk memaksa orang untuk menepati perjanjian atau menaati ketentuan undang-undang yang diberikan oleh pihak berwenang.
Maka teori paham hukum formal tidak mengakui hakikat undang-undang konstitusi sebagai aturan hukum perundang-undangan, sebab negara pada saat itu merupakan badan yang memiliki kuasa penuh atas ancaman materiilnya dan tidak masuk akal apabila negara memberikan ancaman kepada dirinya sendiri.

2. Penganut Paham Sosial

Kebalikan teori paham formal adalah teori hukum menurut paham sosial yang tidak mengakui sanksi sebagai hukuman kepada para alat negara berwenang, maka dari itu tanpa ada hal yang menghalangi dari pernyataan penganut paham sosial bahwa sanksi berupa hukuman imateriil yang merupakan tindakan penolakan dari masyarakat atas pelanggaran yang tidak sesuai, dan hukuman yang bersifat kaidah-kaidah sosial dan merupakan sanksi imateriil dalma masalah pelanggaran hukum.
Oleh sebab itu, sesuai dengan paham sosial, kaidah-kaidah perundang-undangan memiliki sanksi khusus dan apabila hukuman langsung merupakan ancaman materiil yang diberikan kepada salah satu alat negara, maka yang akan terjadi hanyalah merupakan perang rakyat. Sebagaimana tidak adanya sanksi materiil, maka tidak terdapat hukuman apapun, dengan demikian, penolakan dan upaya protes masyarakat adalah merupakan sanksi tidak langsung yang ada terus-menerus walaupun terkadang terdapat perubahan dalam hal tempat dan waktu.
Jelaslah di sini bahwa terdapat titik kesalahan pada pendapat pertama mengenai sangkut pautnya kaidah-kaidah hukum dengan wujud sanksi nyata dan melupakan faktor respon publik dan pada akhirnya, kaidah-kaidah konstitusi dasar negara merupakan suatu cabang bidang hukum lain dan bahkan undang-undang konstitusi dianggap merupakan kaidah hukum tertinggi daripada hukum-hukum lainnya.

D. Macam-macam Undang-undang Konstitusi.

Pembagian undang-undang konstitusi tetap terlaksana walau pada setiap cabang ilmu hukum memiliki fungsi yang sama dan dalam konteks yang dimuat, berdasarkan pengkosifikasian hukum terbagi menjadi Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis, dan berdasarkan prosedural amandemennya, menjadi Undang-undang Kaku dan Fleksibel.

1. Undang-undang berdasarkan pengkodifikasiannya;

Undang-undang terbagi dalam 2 jenis berdasarkan ditulis atau tidaknya, yang pertama, disebut undang-undang tertulis dan yang kedua, disebut dengan undang-undang tidak tertulis atau hukum kebiasaan.

a. Undang-undang Tertulis.

Undang-undang tertulis atau yang tertuang dalam bentuk tulisan dalam teks baik yang merupakan satu kumpulan atau beberapa kumpulan. dan yang dimaksud tertulis adalah bukan sembarang tertulis atau yang biasa dituliskan, namun lebih tepatnya hukum tersebut merupakan produk dari dewan berwenang atau dewan pembentuk aturan undang-undang maka kemudian hukum tertulis memiliki arti undang-undang yang dikumpulkan dalam suatu tulisan yang dibuat oleh para pembuat undang-undang.
Undang-undang tertulis pun terkadang memiliki sifat-sifat fleksibel apabila dibuat dengan cara-cara yang biasa dan dapat pula diamandemen pula dangan cara-cara yang biasa, dan terkadang menjadi kaku apabila proses pembentukannya kuat dan prosedur amandemennya pun menjadi tidak semudah undang-undang bersifat fleksibel.
Sampai pada akhir abad 18, undang-undang kebiasaan tidak tertulis lebih populer di sebagian besar negara dan undang-undang tertulis belum meluas hingga pada akhir abad itu. Sebagaimana undang-undang tertulis pertama kali dikeluarkan oleh Amerika pada tahun 1787, kemudain beralih ide undang-undang tertulis ke Perancis dan ke beberapa negara dunia. Perancis mulai mengeluarkannya pada 1791, yaitu setelah terjadi revolusi Perancis, kemudian Bulgaria pada 1821, Italia; tahun 1848, Perancis; 1875, Rusia; 1918, Jerman; 1919, Cekoslowakia; 1920, Turki; 1924, Mesir; 1923, Republik Mesir-Syiria; 1920, Polandia; 1921, Irak; 1925, Libanon; 1926, Yordania; 1928, dan negara-negara lainnya.
Dalam hal ini undang-undang tertulis memilik peran penting dan menjadi bentuk kaidah yang diikuti banyak negara dunia dan menjadi bagian yang tidak akan terhindar dalam negara dunia dan juga tidak akan mungkin kembali lagi kepada undang-undang kebiasaan yang tidak tertulis. Dan undang-undang terulis lebih merupakan undang-undang mayoritas dalam sebuah negara namun tidak menutup kemungkinan adanya kaidah-kaidah undang-undang kebiasaan disamping undang-undang tertulis.
Di antara kelebihan undang-undang tertulis, selain memiliki kejelasan pada hukumnya yang memungkinkan siapapun untuk merujuk kepadanya, dengan demikian akan menjadi solusi bagi pemerintah apabila terjadi pelanggaran, juga merupakan undang-undang tertinggi dibanding undang-undang kebiasaan, dengan begitu dapat menjelaskan kepada setiap pemegang kekuasaan dalam batasan-batasannya. Undang-undang tertulis memberikan jaminan bagi hak-hak manusia dan kebebasannya, berperan dalam mendidik setiap warga negara dalam sektor politik, juga merupakan hal pokok bagi negara bentuk uni dalam pembentukan naskah serta membatasi setiap batasan kekuasaan masing-masing.
Meski banyak kelebihan yang dimiliki undang-unadng tertulis tidak berarti bahwa undang-undang tertulis terlepas dari kekurangan maupun kelemahan. Di antara yang telah dipaparkan oleh para ahli hukum; terjadinya ketidak selarasan antara aturann-aturan hukum dengan hal yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat dikarenakan sifat baku di dalam tindakan prosedural dalam mengamandemen hukum maupun konstitusi dan bahkan telah menjadi hal mustahil dalam kenyataanya dan di dalam praktek masyarakat. Yang kedua, undang-unfdang tertulis tidak dapat mengatur segala aspek ang memang seharusnya wajib diatur, begitu juga apabila terjadi perubahan peraturan perundang-undangan yang terkadang menjadikan undang-undang tidak berlaku lagi ataupun menuntut adanya pembuatan undang-undang baru.

b. Undang-Undang Tidak Tertulis

Undang-undang kebiasaan tidak tertulis terdapat dalam bentuk kumpulan-kumpulan kebiasaan dan hukum adat istiadat yang diatur dalam sistem politik negara, di antara bentuk undang-undang kebiasaan yang terkenal adalah Undang-undang Inggris.
Terdapat perbedaan antara “Undang-undang Kebiasaan” dan “Kebiasaan Perundang-undangan”, yang pertama menjelaskan berbagai kaidah-kaidah perundang-undangan di dalam sebuah negara, sedangkan kebiasaan perundang-undangan hanya terdapat di dalam dokumen undang-undang.
Maka dari itu, undang-undang tidak tertulis tidak lantas mencegah adanya sebuah undang-undang dalam bentuk tertulis, dan selain bahwa terdapat hukum kebiasaan perundang-undangan—sebagai alat interpretasi, alat pelengakap, alat amandemen—undang-undang tidak tertulis juga tidak mencegah adanya hukum kebiasaan dan adanya kumpulan dokumen-dokumen konstitusi. Sebagaimana yang kita lihat di Inggris, dalam hal ini dokumen tersebut hanya dianggap sebagai sumber pelengkap bagi hukum kebiasaan. Dan undang-undang kebiasaan hanya berpengaruh besar hingga sampai akhir abad 18, tidak didasarkan atas kaidah teks tertulis yang berasal dari pembuat undang-undang tetap didasarkan atas adaptasi dan kebiasaan yang terus berulang sejak sebelum itu memiliki kekuatan memaksa seiring berjalannya waktu.
Namun menurut pendapat para ahli hukum, metode pembagian seperti ini bukan merupakan pembagian hukum secara mutlak, karena terkadang undang-undanag kebiasaan bisa terdapat pada dokumen-dokumen tertulis yang mengatur beberapa masalah perundang-undangan, begitu pula pada undang-undang tertulis yang berfungsi melengkapi undang-undang kebiasaan atau sebagai alat interpretasi maupun amandemen, maka oleh itu tidak terdapat pembagian mutlak di dalam dua macam undang-undang ini

2. Undang-undang Berdasarkan Prosedural Amandemennya.

Sebagaimana terbagi berdasarkan perosedural amandemennya menjadi dua macam, yaitu “Undang-undang Kaku” dan “Undang-undang Fleksibel”.

a. Undang-undang Lentur atau Fleksibel

Ialah setiap undang-undang yang dibentuk, diamandemen atau dihapus dengan cara yang sama pada waktu pembentukannya. Dan sebagian undang-undang fleksibel merupakan undang-undang kebiasaan dan dapat mengamandemen atau menghapus kaidah undang-undang yang bersifat elastis tanpa diikuti syarat maupun proses-proses tertentu.
Dewan parlemen dapat melakukan amandemen atau menghapuskan undang-undang kebiasaan dengan prosedur yang sama seperti di dalam undang-undang biasa seperti undang-undang biasa, Sebagaimana lelucon yang sering dipakai; “Parlemen Inggris dapat berbuat apa saja, kecuali merubah laki-laki menjadi perempuan ataupun sebaliknya “. Itu adalah merupakan suatu ibarat bagi kekuasaan dewa parlemen Inggris dalam membuat hukum dan menghapus hukum. Karena tidak terdapat batasan sejauh mana kekuasaan dewan parlemen dalam hal ini.
Beberapa contoh undang-undang fleksibel yang tertulis seperti undang-undang Perancis tahun 1814, tahun 1830, Italia lama 1848, dan Uni Soviet 1918.

b. Undang-undang Kaku.

Undang-undang kaku memiliki lebih banyak proses maupun syarat berkondisi yang ditekankan dalam mengamandemen hukum-hukumnya dan juga prosedur yang harus diikuti, dan ini sering disebut undang-undang kaku secara nisbi. Sebagaimana di samping itu terdapat undang-undang kaku mutlak, jika para penguasa hukum melarang amandemen undang-undang secara penuh dan bahkan melarang untuk selama-lamanya. dikarenakan aturan yang telah melarang apapun yang mengganggu hukum dalam kondisi apapun dan dalam kondisi-kondisi tertentu.
Maka, kaidah hukum dalam masa itu menjadi kaku mutlak dan selain dalam waktu yang telah ditetapkan, kaidah hukum itu akan beralih menjadi undang-undang kaku dalam arti nisbi, sebagaimana telah disebutkan bahwa apabila prosedural amandemen yang dilakukan labih rumit daripada yang harus diikuti dalam mengamandemen undang-undang biasa seperti undang-undang Amerika dan sebagian besar undang-undang Perancis dan Mesir. Perlu diperhatikan bahwa elastisitas undang-undang atau kekakuannya sangat tergantung pada banyak faktor, sebagaimana pemeliharaan undang-undang tidak lain hanya untuk melindungi warga negara serta keselarasan undang-undang hanya untuk maslahat negara.

Demikian ini tulisan yang sangat sederhana telah menemui kalimat akhir, dan pada akhirnya, pembahasan mengenai perundang-undangan tidak akan cukup mampu untuk dibahas secara detail hanya dalam beberapa lembar kertas, bahkan masih banyak bab yang masih perlu untuk diketahui karena undang-undang sebagian besar merupakan hukum positif yang masih mungkin bisa lahir dan dibentuk begitu juga bisa dihapuskan seirama dengan mendesirnya kebutuhan dan bisikan hati didalam kelompok sosial atau negara tetentu dan akan terjadi banyak ketidaksamaan disebabkan kultur sosial masyarakat pada setiap daerah yang berbeda dan akan selalu memberi pengaruh besar dalam terciptanya aturan. Wallahu a’lam bissowab.


*Anggota FSQ
Mahasiswa Fakultas Syari’ah wal Qanun

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 7:52 PM  

 

wibiya widget

Copyright 2008. Forum Studi Syari'ah wal Qanun. Home