SEKILAS HUBUNGAN INTERNASIONAL

Hubungan Internasional adalah studi tentang persoalan-persoalan luar negeri dan isu-isu global di antara negara-negara dalam sistem internasional. Disiplin ilmu ini selanjutnya juga mencakup peran negara-negara, organisasi-organisasi antar pemerintah, organisasi-organisasi non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, dan perusahaan-perusahaan multinasional.
Hubungan Internasional adalah suatu bidang akademis sekaligus kebijakan publik dan dapat bersifat positif atau normatif, karena Hubungan Internasional berusaha menganalisa serta merumuskan konsep kebijakan luar negeri negara-negara tertentu.

Sejarah

Sistem Internasional, Sejarah Hubungan Internasional sering dianggap berawal dari Perdamaian Westphalia pada tahun 1648, ketika sistem negara modern dikembangkan. Perjanjian Westphalia yang juga dikenal dengan nama Perjanjian Munster dan Osnabruck, merupakan serangkaian perjanjian yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun, dan secara resmi mengakui kedaulatan Republik Belanda dan Konfederasi Swiss. Perjanjian ini ditandatangani pada 24 Oktober 1648 antara Kaisar Romawi Suci Ferdinand III, dan para pangeran Jerman lainnya, perwakilan dari Belanda, Perancis, dan Swedia.

Sebelum Westphalia, organisasi-organisasi otoritas politik abad pertengahan Eropa didasarkan pada tatanan hirarkis yang tidak jelas. Westphalia membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang pada dasarnya berarti bahwa para penguasa atau kedaulatan-kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak-pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama secara internal dalam batas-batas kedaulatan wilayah yang sama. Pada dasarnya, otoritas Yunani dan Roma kuno kadang-kadang mirip dengan sistem Westphalia, tetapi keduanya tidak memiliki gagasan kedaulatan yang memadai.

Teori Hubungan Internasional

Apa yang secara eksplisit diakui sebagai teori hubungan internasional tidak dikembangkan sampai setelah Perang Dunia I, namun teori HI memiliki tradisi panjang menggunakan karya ilmu-ilmu sosial lainnya.
Secara garis besar, teori-teori HI dapat dibagi menjadi dua pandangan epistemologis yaitu 'positivis' dan 'pasca-positivis'. Teori-teori positivis bertujuan mereplikasi metode-metode ilmu-ilmu sosial dengan menganalisa dampak kekuatan-kekuatan material pada hubungan antar negara. Teori-teori ini biasanya berfokus pada berbagai aspek seperti interaksi negara-negara, ukuran kekuatan-kekuatan militer, keseimbangan kekuasaaan dan lain-lain. Sedangkan epistemologi pasca-positivis menolak ide bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan 'bebas nilai'. Pendukung pasca-positivis ini menolak ide-ide sentral tentang neo-realisme/liberalisme, seperti teori pilihan rasional, dengan alasan bahwa metode ilmiah tidak dapat diterapkan ke dalam dunia sosial dan bahwa untuk menjadi suatu suatu 'ilmu', HI tidak layak.
Perbedaan kunci antara kedua pandangan tersebut adalah bahwa, beberapa teori-teori positivis seperti neo-realisme, menawarkan berbagai penjelasan yang bersifat sebab-akibat (seperti; mengapa dan bagaimana kekuasaan diterapkan), teori pasca-positivis berfokus pada pertanyaan-pertanyaan konstitutif, sebagai contoh; apa yang dimaksudkan dengan 'kekuasaan'? Hal-hal apa saja yang membentuknya? Serta bagaimana kekuasaan dialami dan bagaimana kekuasaan direproduksi? Teori-teori pasca-positivis secara eksplisit sering mempromosikan pendekatan normatif terhadap HI, dengan mempertimbangkan etika. Hal ini merupakan sesuatu yang sering diabaikan dalam penelitian HI 'tradisional', karena teori-teori positivis membuat perbedaan antara 'fakta-fakta' dan penilaian-penilaian normatif, atau 'nilai-nilai'.

Konsep-konsep dalam Hubungan Internasional

Kekuasaan

Konsep Kekuasaan dalam Hubungan Internasional dapat dideskripsikan sebagai tingkat sumber daya, kapabilitas, dan pengaruh suatu Negara dalam persoalan-persoalan internasional. Kekuasaan sering dibagi menjadi konsep-konsep kekuasaan yang keras (hard power) dan kekuasaan yang lunak (soft power). Kekuasaan yang keras identik dengan kekuasaan yang bersifat memaksa, seperti penggunaan kekuatan, sedang kekuasaan yang lunak biasanya mencakup ekonomi, diplomasi, dan pengaruh budaya. Namun, pada dasarnya tidak ada garis pembagi yang jelas di antara dua bentuk kekuasaan tersebut.

Polaritas

Polaritas dalam Hubungan Internasional berarti penyusunan kekuasaan dalam sistem internasional. Konsep tersebut mulai muncul dari realita terjadinya bipolaritas selama Perang Dingin. Pada waktu itu sistem internasional didominasi oleh konflik antar dua negara adikuasa. Selanjutnya, menurut teori polaritas ini, sistem internasional sebelum 1945 dapat dideskripsikan sebagai sistem yang terdiri dari banyak kutub (multi-polar), dengan kekuasaan yang dibagi-bagi antara negara-negara besar. Akhirnya, keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991 telah menyebabkan apa yang disebut oleh sebagian orang sebagai unipolaritas, dengan AS, sebagai satu-satunya negara adikuasa. Beberapa teori Hubungan Internasional menggunakan ide polaritas tersebut.
Secara teori, 'Keseimbangan Kekuasaan' adalah konsep yang berkembang luas di Eropa sebelum Perang Dunia Pertama. Dasar pemikirannya adalah, bahwa dengan menyeimbangkan blok-blok kekuasaan, akan menciptakan stabilitas dan mencegah terjadinya perang dunia.
Teori stabilitas hegemonik juga menggunakan ide Polaritas, khususnya dalam keadaan unipolaritas. Hegemoni adalah terkonsentrasikannya sebagian besar kekuasaan yang ada di satu kutub dalam sistem internasional. Dan teori tersebut berargumen bahwa hegemoni adalah konfigurasi yang stabil, karena adanya keuntungan yang diperoleh negara adikuasa yang dominan dan negara-negara yang lain, dari satu sama lain dalam sistem internasional. Namun teori ini pada perkembangannya, bertentangan dengan banyak argumen Neorealis, yang menyatakan bahwa berakhirnya Perang Dingin dan keadaan unipolaritas adalah konfigurasi yang tidak stabil, yang secara tidak terelakkan berpotensi menumbuhkan konflik baru.
Sebagaimana diungkapkan dalam teori peralihan Kekuasaan yang menyatakan bahwa mungkin suatu negara besar akan menantang suatu negara yang memiliki hegemoni (hegemon) setelah periode tertentu, sehingga mengakibatkan perang besar. Pendukung utama teori tersebut, A.F.K. Organski, yang mengemukakan argumen ini berdasarkan terjadinya perang-perang sebelumnya selama hegemoni Inggris. Portugis, dan Belanda.

Dependensi

Teori dependensi adalah teori yang paling lazim dikaitkan dengan Marxisme, yang menyatakan bahwa seperangkat negara Inti mengeksploitasi kekayaan sekelompok 'negara pinggiran' yang lebih lemah. Pelbagai versi teori ini mengemukakan bahwa hal ini merupakan keadaan yang tidak terelakkan (teori dependensi standar), atau menggunakan teori tersebut untuk menekankan keharusan untuk berubah (Neo-Marxisme).

Perangkat-perangkat sistemik dalam Hubungan Internasional

Diplomasi

Diplomasi adalah praktek komunikasi dan negosiasi antara pelbagai perwakilan negara-negara. Merupakan seni dan praktek bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang (yang disebut diplomat), biasanya mewakili sebuah negara atau organisasi. Kata diplomasi sendiri biasanya langsung terkait dengan Diplomasi Internasional yang biasanya mengurus berbagai hal seperti budaya, ekonomi, dan perdagangan. Biasanya, orang menganggap diplomasi sebagai cara mendapatkan keuntungan dengan kata-kata yang halus.

Perang

Penggunaan kekuatan bersenjata sering dianggap sebagai perangkat utama dalam Hubungan Internasional. Definisi perang yang diterima secara luas adalah yang diberikan oleh Clausewitz, yaitu bahwa perang adalah “Kelanjutan politik dengan cara yang 'lain'”. Dalam perkembangan selanjutnya terdapat pengembangan studi tentang 'perang-perang baru' yang melibatkan aktor-aktor selain Negara. Studi tentang perang dalam Hubungan Internasional tercakup dalam disiplin 'Studi Perang' dan 'Studi Strategis'.

Internasionalisasi

Mobilisasi tindakan memperlakukan secara internasional juga dapat dianggap sebagai alat dalam Hubungan Internasional. Hal ini adalah untuk mengubah tindakan negara-negara lewat 'menyebut dan mempermalukan' pada level internasional. Penggunaan yang terkemuka dalam hal ini adalah prosedur Komisi PBB untuk Hak-Hak Asasi Manusia 1235, yang secara publik, memaparkan negara-negara yang melakukan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia.

Penutup

Alhasil, dengan perkembangan yang semakin global dewasa ini, bidang studi Hubungan Internasional menjadi salah satu ujung tombak dalam rangka memelihara eksistensi Negara dalam percaturan dunia. Apalagi dengan derasnya arus informasi yang bersumber dari kemajuan tekhnologi, dunia semakin menjadi sempit dan interaksi antarbangsa adalah sesuatu yang tidak terelakkan lagi. Hingga akhirnya internasionalisasi menjadi kata kunci dari permasalahn-permasalahan mutakhir dalam pelbagai bidangnya.
Coretan ini tidaklah bisa mencakup keseluruhan disiplin ilmu Hubungan Internasional yang menjadi satu jurusan tersendiri dalam fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Namun penulis berharap, semoga coretan ini dapat membantu sebabagi pembuka cakrawala pembaca untuk lebih intens lagi dalam mengikuti percaturan dunia yang terus berputar cepat. Wallahu a’lam.

*disarikan dari beberapa sumber, khususnya situs www.id.wikipedia.org
* Nur Fu'ad Shofiyullah, Lc


Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 1:08 PM  

 

wibiya widget

Copyright 2008. Forum Studi Syari'ah wal Qanun. Home