REKONSTRUKSI HUBUNGAN INDONESIA DENGAN NEGARA TIMUR TENGAH


Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam, memiliki hubungan emosional yang tinggi dengan kawasan Tim-Teng (dibaca Timur Tengah) yang notabanenya identik dengan Islam. Secara historis, Indonesia sudah lama sekali menjalin hubunan dengan kawasan Tim-Teng, akan tetapi akibat dari pasang surutnya hubungan kedua belah pihak, sehingga hasil diharapkan dapat dicapai dari apiknya hubungan ini, dirasa kurang maksimal.

Sejarah Awal Hubungaan Indonesia Dengan Negara Tim-Teng

Hubungan antara Indonesia dengan kawasan Tim-Teng, sudah terjalin ratusan tahun yang lalu ketika Islam menyebarkan ajarannya ke seluruh pelosok Bumi yang banyak dilakukan oleh para pedagang muslim, baik mereka yang berbangsa Persia, Arab, maupun India (Gujarat).

Negara Mesir yang mayoritas penduduknya beragama Islam, adalah salah satu negara yang mempunyai hubungan erat dengan Indonesia. Secara historis, ketika Indonesia meyatakan kemerdekaanya pada 17 Agustus 2007, Mesir segera mengadakan sidang menteri luar negri dengan Negara-negara Liga Arab. Pada 18 November 1946 tepatnya, mereka menetapkan resolusi tentang pengakuan kemerdekaan RI sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh. Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga Arab ketika itu, Abdurrahman Azzam Pasya, mengutus Konsul Jenderal Mesir yang berada di India, Mohammad Abdul Mun’im, untuk pergi ke Indonesia. Setelah sampai di Ibu Kota RI, Yogyakarta , dan diterima secara kenegaraan oleh Presiden Sukarno pada Sabtu 15 Maret 1947. Ini adalah pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh negara asing.

Hubungan Indonesia dengan Tim-Teng


Hubungan antara Indonesia dengan Mesir semakin baik, dengan dibukanya perwakilan RI di Mesir dengan menunjuk HM Rasyidi sebagai Kuasa Usaha. Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang makin erat ini memberi kontribusi besar kepada Indonesia, ketika terjadi perdebatan Indonesia di forum Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yag membicarakan sengketa Indonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia.

Presiden Sukarno pun membalas pembelaan negara-negara Arab di forum Internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada Mei 1956 dan Irak 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan untuk menarik mundur pasukan Inggris, Prancis dan Israel dari wilayah Mesir, Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan Pasukan Garuda I.

Indonesia yang telah megikat hubungan harmonis sejak dulu dengan negara Tim-Teng, mempunyai dampak positif untuk memperluas perdagangannya khususnya. Lebih-lebih kencangnya isu terorisme yang banyak digembor-gemborkan AS, membuat investor-invostor dari Tim-Tengah mengalihkan investasinya ke negara lain. Pengalihan ini di prioritaskan kepada negara lain terutama negara yang bermayoritas memeluk Islam. Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, lebih menjadi sorotan negara Tim-Teng dibandingkan dengan negara-negara lain. Seperti, Malaysia, Thailand, Vietnam dll.

Reputasi Indonesia di bidang percaturan politik internasional juga mempunyai posisi yang terhormat, misalnya ketika menjadi inisiator Konferensi Asia-Afrika tahun 1955. Indonesia, bersama India. Mesir dan Yugoslavia menajdi pelopor berdirinya Gerakan Non-Blok. Selain itu juga, potensi alam Indonesia yang kaya dengan bahan mentah dapat diolah menajdi komoditi perdagangan ke Tim–Teng, karena lebih dari 70 persen kebutuhan negara-negara tersebut dari impor.

Hubungan yang sudah terjalin sudah lama, hubungan ini sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk meraih kerja sama dalam bidang perdagangan maupun untuk mendapatkan hibah dan bantuan kemanusian. Aplikasi dari hubungan ini terlihat ketika Menteri Perdagangan dan Industri Kuwait berkunjung ke Indonesia tahun 2000, ia menyatakan akan tetap menanamkan investasinya sebesar 1,2 milyar dolar AS, untuk menolong keluar dari krisis.

Selain itu juga, Indonesia memiliki kekuatan transaksi keuangan yang jumlah bertriliun-triliun rupiah terhadap suatu negara yang berada di Tim-Teng, yaitu suatu transaksi yang terkait dengan penyelenggaraan haji tiap tahun. Pada tahun 2006 Indonesia memberangkatkan sekitar 205.000 jama’ah haji. Jika biaya haji sekitar 2.577,00 dolar AS, maka dana yang terkumpul adalah sekitar 528.285.000,00 dolar AS atau Rp 4.860.222.000.000,00. Dari jumlah tersebut akan menjadi devisa Arab Saudi dalam bentuk living cost, akomodasi, konsumsi di Airport King Abdul Aziz dan Madinah, dan biaya-biaya lainnya.

Namun demikian, masih banyak kekurangan-kekuarangan khususnya dari pihak Indonesia sendiri. Seperti halnya yang diungkapan oleh Alwi Sihab Mantan Menko Kesra “Hubungan dagang Indonesia dengan Tim-Teng memiliki beberapa kelemahan, yaitu pendekatan yang masih rendah dan pengusaha Indonesia lebih berorientasi ke Amerika Serikat, Eropa dan Japang”. Kurangnya pendekatan dan menyepelekan pasar Tim-Teng mengakibatkan beberapa pengusaha Arab mengalihkan pandangannya ke Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina. Kesadaran promosi pegusaha Indonesia masih sangat rendah, mengakibatkan kurangnya peminat yang bekerja sama dengannya.

Harapan di Masa Yang Akan Datang

Harapan ke depan, hubungan Indonesia harus lebih banyak digerakkan secara agresif, baik di dunia politik, kebudayaan, perdagangan, maupun pendidikan. Peluang itu masih sangat terbuka lebar. Secara ekonomi, kawasan Tim-Teng ini dihuni sekitar oleh 300 juta jiwa yang tergolong konsumtif. Misalnya, Uni Emirat Arab berpenduduk 3 juta jiwa mengimpor produk senilai 23 miliar dolar AS per tahun dan porsi Indonesia baru 3,2 persen. Yordania berpenduduk 4,1 juta jiwa mengimpor produk senilai 2,59 miliar dinar Yordan per tahun. Sementara Indonesia baru 38,42 juta dinar Yordan (1,48 persen) di bawah Malaysia yang memiliki pangsa pasar 2,92 persen. Arab Saudi pada tahun 1994 mengimpor barang seharga 23 miliar dolar AS dan Indonesia hanya dapat mengekspor ke Saudi 1,15 persen kebutuhannya. Sangat disayangkan sekali prestasi yang telah dicapai oleh Indonesia di bidang perdagangan dengan Tim-Teng. Sedangkan Indonesia tiap tahunnya memberikan devisa besar ke Saudi, dengan memberangkatkan beribu-ribu jama’ah haji. Keadaan seperti ini merupakan PR besar bagi pemerintah, dikarnakan Saudi bukan hanya pintu gerbang untuk barang-barang kebutuhan Arab Saudi, tetapi juga pintu untuk masuknya barang-barang ke wilayah Afrika.

Dalam bidang politik, sudah saatnya Indonesia mengambil inisiatif untuk memelopori kerja sama antara negara-negara Islam termasuk negara-negara Arab, di waktu negara-negara Arab dalam situasi tidak saling percaya pasca-Perang Teluk III. Romantisme sejarah Sukarno dan Abdul Nasser Mesir dapat ditengok sebagai referensi, bahwa kedua kawasan dapat menjalin hubungan positif. Pada sisi lain, Indonesia dan negara-negara Tim-Teng termasuk negara yang dicurigai sebagai sarang teroris oleh Barat, khususnya Amerika, sehinga menjadi objek tekanan dan permainan politik Barat. Oleh karena itu Indonesia perlu bekerja sama dengan negara kawasan Tim-Teng untuk bersama-sama membuat kesepakatan tentang makna terorisme, agar isu tersebut tidak dijadikan alat kolonialisme dan imperialisme modern.
(Oleh: Andi M Sadli, ketua FSQ 08-09)

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 1:17 PM  

 

wibiya widget

Copyright 2008. Forum Studi Syari'ah wal Qanun. Home