PARTAI-PARTAI POLITIK DI PEMILU 2009: BANYAK PILIHAN, (TANPA) SEDIKIT PERUBAHAN

Untuk ketiga kalinya di era reformasi, Indonesia akan menyelanggarakan hajatan akbar Pemilihan Umum. Seperti dua Pemilu pasca reformasi sebelumnya, perhelatan demokrasi lima tahunan ini akan diikuti oleh banyak partai (multi participaties parties). Terdapat 34 partai politik nasional yang akan berlomba merebut suara rakyat pada 8 april 2009 nanti. Jumlah tersebut lebih banyak dari pada Pemilu 2004 yang diikuti 24 parpol. Namun lebih sedikit jika dibandingkan dengan Pemilu pertama di orde Reformasi tahun 1999 dengan 48 peserta.

Semenjak pekan lalu hingga sekitar 8 bulan lebih ke depan, para penjaja jualan politik masing-masing partai berusaha mendapat simpati masyarakat. Persis perayu yang berusaha menaklukkan idaman hatinya, obral janji manis gombal nyaris tidak tidak bisa dihindarkan. Tidak usah heran jika ada tebar pesona di mana-mana.

Galib diketahui, penyelanggaraan pemilu yang diikuti partai dalam jumlah jumbo bukan pengalaman bangsa Indonesia masa reformasi saja. Sepuluh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia era orde lama sudah melaksanakan Pemilu dengan peserta puluhan partai politik. Tepatnya 29 partai politik serta sejumlah organisasi non parpol serta perorangan yang mencapai 118 peserta. Bahkan sebagian pakar menyatakan 172 peserta. Angka yang jauh lebih besar dibanding peserta Pemilu pasca Reformasi 1998.

Terlebih jika dibandingkan dengan penyelenggaraan Pemilu pada masa orde baru. Dari 6 kali pelaksanaan pemilu masa rezim Soeharto, hanya tahun 1971 yang terhitung multi partai dengan 10 peserta pemilu. Selebihnya pesta demokrasi lima tahunan hanya diikuti oleh 3 peserta.
Bangsa ini patut bersyukur. Dalam setiap pelaksanaan pemilu Ibu Pertiwi nyaris tidak pernah terluka oleh tetesan darah sesama anak bangsa yang bertikai. Sengketa, perseteruan dan konflik adalah suatu hal yang wajar dalam setiap kompetisi. Namun hal tersebut belum, dan semoga tidak akan pernah menyeret bangsa ini dalam sejarah berdarah-darah.

Benar, bumi hijau zamrud khatulistiwa pernah kelam oleh aksi kolosal saling bunuh antar anak bangsa dan sederet mimpi buruk pelanggaran berat hak asasi manusia. Namun harus dicatat, catatan-catatan hitam itu bukan ekses langsung Pemilu. Ringkasnya, Bangsa Indonesia berpengalaman menahun serta terampil nan dewasa dalam penyelanggaran hajat demokrasi. Tidak perlu khawatir gemuknya angka peserta Pemilu 2009 menimbulkan chaos dan kerusuhan massal. Persoalan ini, agaknya, jauh-jauh hari sudah tuntas bagi bangsa Indonesia.

Persoalan yang tersisa sekarang adalah, sejauh mana aneka macam partai politik yang bertumpuk-tumpuk itu berhasil menjadi saluran aspirasi politik dan kehendak warga negara secara efisien? Mampukah pilihan politik masyarakat mengentaskan mereka dari kesempitan hidup menuju kesejahteraan? Tuluskah para aktivis partai memperjuangkan hak-hak warga negara?. Jelas tidak bijaksana, bila kita menjadi pengadil ketulusan para politisi calon-calon penguasa negeri ini. Ikhlas adalah persoalan sirri dan klise. Namun hak semua warga Negara Republik ini menuntut pemenuhan umbar janji-janji partai politik. Hak rakyat untuk dapat hidup sejahtera di atas tanah air mereka yang gemah ripah loh jinawi. Dan yang paling bertanggung jawab atas itu semua adalah penguasa, para penyelenggara Negara yang didominasi para kader partai-partai politik.

Presiden SBY benar, banyaknya partai politik dalam pemilu adalah kelanjutan logis dari demokrasi bangsa kita. Negara tidak boleh menghalangi hasrat poltik warganya untuk turut serta menentukan arah bangsa ini sebagai pemangku kebijakan. Berhasil tidaknya ia memenuhi ambisinya, biarlah berpulang kepada pilihan rakyat banyak.
Hanya saja, hasrat dan ambisi berkuasa semacam ini akan menjadi duri berpenyakitan jika tidak dibarengi dengan komitmen pengabdian pada bangsa. Padahal, fenomana gila kuasa seperti itu sungguh 'samar tidak samar' telah menjadi pemandangan panggung politik bangsa kita. Dengan dalih demokrasi, partai politik sesungguhnya lebih sering menjadi sekedar tunggangan menggapai kekuasaan. Pada saat kekuasaan dicapai, persoalan pun selesai. Tidak ada upaya penggunaan kekuasaan bagi kesejahteraan rakyat. Yang ada justru sebaliknya.

Euforia haus kuasa laksana air bah yang tumpah ruah setelah kran kebebasan dibuka oleh gerakan reformasi. Dan sangat disayangkan, gelombang euforia tersebut hampir-hampir tidak terkendali. Dalam keadaan yang demikian, rakyat kecil lagi-lagi menjadi korban. Rakyat kebanyakan hanya sapi perah politik yang diperas di ajang pilkada dan pemilu. Tidak perlu repot-repot mencari bukti atas semua itu. Partai-partai politik yang turut serta pada pemilu 2009 nanti juga 'orang orang itu itu' saja. Mereka yang silih berganti menahkodai negeri ini tanpa perubahan berarti. Para calon penguasa negeri ini, pada tahun 2009 masih orang-orang yang pernah ikut andil dalam pemerintahan negeri ini belum lewat hitungan sewindu.

Baiklah, lebih jelasnya mari kita petakan partai-partai politik pemilu 2009 menjadi 4 tipologi yang membuktikan tidak ada perubahan fundamental yang mereka usung. Pertama adalah partai besar menengah mapan yang lolos electoral threshold pemilu 2004. Jenis pertama ini berisi politisi-politisi gaek yang telah kita saksikan bersama kepimpinan mereka atas negeri ini. Orang-orang di partai politik jenis ini masih merupakan oknum-oknum yang telah kita saksikan apa yang mereka perbuat saat berkuasa. Nyaris tidak ada yang mereka persembahkan bagai kemakmuran negeri ini. Benar, sangat sukar berjiwa besar seperti Nelson Mandela yang legowo dan suka rela menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada yang lebih muda saat ia memasuki usia pensiun.

Anehnya, mereka merasa bahwa hanya mereka sendiri dan tidak orang lain yang mampu menyelesaikan persoalan bangsa. Padahal sangat kasat mata betapa tipisnya komitmen mereka bagi kesejahteraan rakyat.

Kedua, adalah partai politik yang memenuhi electorald threshold namun mempunyai kesamaan ideologis dengan partai lainnya. Para politisi negeri kita memang sungguh mengherankan. Kita sebagai rakyat sering tidak mafhum dengan apa yang mereka perjuangkan. Mari kita telisik beberapa partai yang mengaku berlandaskan Islam contohnya. Dengan platform perjuangan sama, semisal mengkonstitusionalisasikan Piagam Madinah atau Jakarta namun berseberangan dalam jalur politik praktis yang mereka tempuh. Misi perjuangan partai dengan sendirinya menjadi sekunder. Yang utama adalah golongan dan kelompok. Padahal, semestinya titah perjuanganlah yang menjadi acuan utama. Siapanya yang berkuasa adalah sekunder.

Termasuk dalam kategori ini adalah partai-partai yang punya basis massa sama. Tengoklah beberapa partai yang mengaku sebagai saluran aspirasi dua ormas besar. Sungguh membingungkan perilaku politisi partai-partai ini. Seakan tidak masuk akal, bahwa mereka kehilangan kalkulasi akal sehat.

Ketiga adalah tipologi partai politik baru sempalan dari partai lama. Selain partai jenis kedua ini juga berisi orang-orang lama, pembentukan partai politik baru sesungguhnya tidak lebih dari ambisi pendiri partai yang tidak mendapat kesempatan mencapai puncak dipartainya yang lama. Artinya, tidak ada ideologi yang diusung partai jenis kedua ini. Rasanya tidak perlu mendirikan partai baru jika misi perjuangan yang ia jalankan adalah demokratisasi dan kesejahteraan rakyat. Bukankah membersihkan tikus di sebuah rumah tidak harus meninggalkannya dan membuat rumah baru??? Bukankah cukup memusnahkan tikusnya tanpa harus merusak atau meninggalkan rumahnya??? Agaknya, sangat sulit mempercayai komitmen kebangsaan orang-orang partai jenis kedua ini, jika komitmen kepartaian mereka saja telah teramat lemah.

Keempat adalah partai baru yang merupakan alih bentuk dari partai lama yang tidak lolos electoral threshold. Pada pemilu 2004, sejumlah partai politik tidak memenuhi electoral threshold seperti yang diatur Undang-undang. Artinya, tingkat kepercayaan masyarakat sangat rendah atas partai ini. Sungguh sangat masygul, ketidak percayaan masyarakat seakan tidak disadari oleh elite partai politik jenis ketiga ini. Yang mereka lakukan justru bermetaforsa dengan tunggangan baru politik mereka. Kasarnya, ada unsur penipuan publik dengan partai yang seakan-akan baru. Padahal, subtansinya partai lama yang tidak mendapat kepercayaan.

Barangkali, tipologisasi ini belum mampu mencangkup semua fenomena partai di negeri kita. Yang jelas, dambaan masayarakat akan partai yang loyal kepada narasi janji mereka masih merupakan impian di negeri antah berantah sana. Agaknya, bangsa Indonesia masih butuh waktu untuk mendewasakan elite politik sekaligus konstituennya untuk menyelanggarakan pemilu yang nyata-nyata menuntaskan persoalan bangsa. Bukan malah menetaskannya. Kelihatannya, tanpa ada keajaiban berupa perubahan komitmen secara radikal, angan utopis ini belum akan terwujud pada 2009.

Arif Reza Syah
Mahasiswa Syariah Wal Qanun, Al-Azhar

(+) Show All...

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 4:42 AM  

MENATAP NASIONALISME 2009

Acara besar sebentar lagi digelar. Suatu mekanisme politik yang akan mengantarkan seseorang menjadi RI 1 segera dimulai. Hiruk pikuk golongan elit semakin meningkat, mempersiapkan sebuah pesta demokrasi bernama pemilu. Lalu lintas media-media kampanye akan mengisi siang-malam anda. Pakar politik mati-matian memeras otak, menganalisa, mengurai, menyimpulkan dan mengungkapkan. Bahkan sebagian paranormal ikut rembug di keasyikan sebuah gegap gempita bertajuk: lima "menit" lima tahun sekali.

Pokoknya akan terjadi aktifitas politik di banyak bidang. Munculnya parpol, isu-isu menjelang pemilu, wacana politik anu, kebijakan dan metode manajerial tokoh anu, dan sebagainya, dengan frekwensi besar-besaran. Semua yang berkepentingan akan berlari kesana kemari menyiapkan atribut-atribut pesta demokrasi. Anda sibuk apa? Berapa prosentase konsentrasi pikiran anda untuk memahami ini semua?

Atau sebagian anda akan meninggalkan saja tema politik yang membosankan dan melangit, membiarkan mengalir seperti yang selama ini terselenggara. Sebab anda berpikir tidak pernah sungguh-sungguh di masukkan dalam agenda besar yang sebetulnya menyangkut nasib anda dan rakyat-rakyat lainnya secara keseluruhan. Apapun hasil politik yang muncul, selalu tidak ada hubungannya dengan nasib beras dan minyak keluarga anda dirumah.

Tapi mari setidaknya mempelajari cara berpikir dan berpolitik bangsa kita sendiri, untuk menyiapkan mental dan agar tidak terlalu kaget jika nanti menemukan "another shock story" berkaitan dengan pemilu beserta partai-partainya ini.

Namun tunggu dulu, jangan mengharapkan analisa politik secara dalam dan komprehensif dari tulisan ini. Sebab saya bukan politikus. Mari melihatnya dari mata pandang jelata saja. Analisa ringan yang bisa dikonsumsi siapapun tanpa perlu membayangkan idiom-idiom seram perpolitikan.

Kita mulai saja dengan menatap tahun 2009. Banyak isu mengenai krisis universal 2009. Dimulai global warming, krisis pangan dunia, naiknya harga minyak, masa-masa stress nasional, bencana dan rencana-rencana bencana, tapi saya ajak anda untuk optimis khusus untuk apa yang akan terjadi di Indonesia: Indonesia semakin asyik saja. Indonesia "cemerlang" di 2009.

Masalah hutang luar negeri sebaiknya cukup wakilkan kepada konsorsium sarjana akuntan nasional. Undang mereka rembugan sebentar dan minta kasih rekomendasi, nanti akan ditemukan betapa simpel sesungguhnya masalah itu untuk kita atasi, kalau kita mau.

Soal mencari pemimpin juga tidak susah. Negeri kita gudangnya. Indonesia punya stok sangat banyak pemimpin. Siapapun bisa jadi pemimpin dan bangsa Indonesia sepanjang sejarah berdirinya, tak pernah kesepian seputar masalah pemimpin ini. Tinggal diambil dari parpol mana, golongannya apa, agama, suku, dan apapun saja, sangat siap menjadi pemimpin Indonesia, bahkan kelas-kelas selebritis pun bisa dwifungsi menjadi entrepreneur sekaligus siap memimpin Indonesia. Terbukti dengan sangat banyak urusan yang diserahkan kepada mereka akhir-akhir ini.

Namun yang paling nyata adalah tercapainya persatuan nasional menjelang 2009. Kita bangsa bersuku-suku, tapi cita-cita satu. Kita punya banyak ragam budaya, namun cita-cita satu. Bahasa kita berbeda-beda, obesi kita sama dan satu. Kita agama bermacam-macam, gawang kita tetap satu.

Teman-teman memilih masuk kuliah di fakultas kedokteran, sastra, tehnik, bahkan tarbiyah dan ushuluddin, namun tujuan hidupnya satu. Satu cita-cita itu adalah banyak duit dan menjadi kaya. Memakai idiom salah seorang budayawan: Ada kerbau, ada macan, berang-berang, buaya, cacing, badak dan jutaan macam hewan lagi, tapi cita-citanya sama: ingin terbang dengan pakaian kemewahan.

Profesi boleh bermacam-macam, taktik dan metodenya juga beragam, partai politiknya beda-beda, kostum dan ayat-ayatnya berbagai-bagai, namun fokus utamanya menyatu secara bangsa: ialah menjadi kaya.

Munculnya banyak parpol sebagai partisipasi dan bukti betapa sehatnya demokrasi di Indonesia, barangkali ada alasan-alasan idealisme dan implementatif: ingin mengabdi kepada bangsa dan Negara. Ingin berguna untuk agama dan masyarakat. Dan mungkin benar memang itu awal cita-citanya mendirikan atau bergabung dipartai politik. Tapi begitu ketemu dengan ladang-ladang keuangan: menjadi penuh kepalanya oleh cita-cita tunggal itu.

Sebab di Indonesia, seperti layaknya di banyak Negara kapitalis, uang berlimpah lebih menarik daripada Tuhan. Orang lebih tertarik mengurusi uang banyak ketimbang memupuk keluhuran kepribadian. Terbukti korupsi dan maling uang Negara dipercaya lebih efektif daripada mekanisme rejeki Tuhan.

Sejumlah orang akan membantah pandangan-pandangan ini. Namun saya, dan barangkali anda, sudah dituntut untuk harus waspada terhadap atmosfer budaya teman-teman dan bapak-bapak kita yang berdiri di singgasana politik republik Indonesia. Yang setelah sekian kali gonta-ganti pemimpin, tembok rumah kita yang roboh karena tidak terpenuhi standar bangunannya tetap kita juga yang mengupayakan pembetulannya. Tanpa pernah sekalipun pemerintah tertarik untuk memberesinya.

Jadi sangat sulit menemukan argumen ilmiah atau tidak ilmiah untuk membantah kalimat-kalimat diatas. Sebab sejak lahir kita sudah ditipu mentah-mentah oleh fakta-fakta kehidupan nyata dilingkaran NKRI.

Parpol-parpol didirikan. Dengan niat awal yang jelas, tapi dengan tujuan final yang jauh lebih jelas lagi.

Menjadi kaya adalah isi primer di kepala manusia Indonesia. Dan untuk itu semua, kalau perlu dipilihlah cara yang paling malas dan bodoh: misalnya akting menjadi pemimpin, di tingkat parpol. Akting menjadi ustadz atau kiai, di lingkungan agama. Akting menjadi wakil rakyat, di tingkat politik. Akting di lembaga-lembaga LSM sampai lembaga zakat infaq. Serta akting-akting lain di berbagai segmen dan lapisan-lapisan lainnya.

Dan kekuasaan adalah jalan yang paling ampuh dan popular untuk mencapai cita-cita tunggal itu. Maka parpol memunculkan dirinya. Wacana politik digulirkan. Slogan dibentuk. Dan memang tidak ada agenda apapun yang lebih diutamakan melebihi agenda politik.

Oleh: Nazeem Adabi
Mahasiswa Syariah wal Qanun, Al-Azhar

(+) Show All...

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 4:40 AM  

TUAN KUNING TUA (cerpen)

Hah?! Pak Harto meninggal? Apakah ini hanya isu seperti isu yang sudah beberapa kali kudengar sebelumnya saat pak harto sedang kritis? Tapi bukan! Kali ini, Ardian meyakinan padaku bahwa beliau, Pak Harto, mantan orang nomor wahid Republik Indonesia, Bapak Pembangunan dan pemilik hak kuasa atas mata uang terbesar kala itu telah tiada, inna Lillahi wa inna ilaihi raji’uun. Berita benar, benar benar berita! Dan aku tak boleh kelewatan berita penting ini.

Selepas dari kantor polisi dengan hati mendongkol, karena pihak kedutaan yang tak kunjung tiba… aku langsung menuju warnet, dengan terburu buru pula, seakan, detik dot com benar benar akan tutup lima menit lagi… haha! Padahal aku tahu betul kalau warnet bukanya hampir 24 jam.

Dan, ya, memang benar Pak Harto meninggal, beliau sudah dimakamkan dengan upacara adat yang tertutup untuk umum, aku pun cukup puas menyaksikan keramaian di sekitar lokasi itu lewat video di liputan6.com, beliau dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar.

Dan… tiba tiba hp-ku berbunyi pertanda masuk sms.
“Dik, do’akan Pak Harto! Ajak teman-temanmu sholat ghaib!” itu sms dari bapak, yang kemudian disusul sms yang bersahut sahutan antara aku dengan beliau, tentu saja aku mendo’akan pak Harto, sebagai sesama muslim, aku memang harus seperti itu, tanpa perlu diminta bapak…

Ah bapak ini, ada ada saja, repot sekali sepertinya dengan meninggalnya Pak Harto, sampai sampai menyuruhku Sholat ghoib, sholat ghoib dengan siapa ya...? Sepertinya tak ada yang mau kuajak.
Hingga sudah lelah di warnet hingga membuat kepalaku sedikit pusing, aku pun terbayang kelezatan dari segelas teh yang akan kunikmati bila aku pulang dan segera mamasak air…

***

“Man, sudah dengar kabar kalau Pak harto meninggal kan?” ujarku pada Iman yang sedang menikmati kopinya.
“Iya, udah tu, kenapa?”
“Ya Allah, kasihan banget beliau, sampai beliau meninggal tidak sepi juga dari kontroversial.” Ujarku.
“Yah… betul betul sial… he he heh” Ujar iman dengan asal dan tersenyum. “Makanya, kalau jadi orang besar nanti, jangan jadi koruptor Dik, kalok mau hidupmu tenang.”
Iman paham betul dengan cita-citaku yang ingin punya cita cita sebagai Birokrat.
Wah! Tiba tiba aku merasa kurang bersahabat dengan Iman.
“Eh man, menurutmu, Pak Harto benar korupsi ya?”
“La iyalah Dik, kalok ngak ada salah, kenapa coba, orang kok ramai tahu?”
“Wah, kamu ini Man, Pak Harto ‘kan pernah sebagai tersangka saja, tapi setelah itu tidak terbukti kan... malah kasusnya ditutup, jadi kita ngak bisa mengklaim beliau korupsi Man. Itu juga kata media.”
Dan iman memandangku aneh, “Oooh, jadi antum menganggap Pak Harto bukan koruptor?!” katanya dengan nada yang menuding.
“Bukan begitu maksudku Man… ”
“Nah, kalau tidak pilih kanan, jelas pilih kiri, kalau menganggap Pak Harto korupsi, ya korupsi, kalau ngak, kan ngak?!”
Dan Iman kembali bergejolak, seperti biasanya kalau dia sedang berulah menjengkelkan… sok tahunya kumat.
“Eh, gini mas ya… Pak Harto korupsi, anak anaknya korupsi, mentri mentrinya korupsi, partainya korupsi, dan uang kotor itu mengalir keeeemana mana! Alirannya berkelok kelok! Mengucur, merembes, keeemana mana, sampai ke petani petani yang padinya diajak action sama pak harto buat bual bualin rakyat dengan Pelita, juga kena rembesannya!”
Dugh! Aku tahu, Iman tak sengaja, aku tahu, ini di luar kesadarannya, dia hanya sok tahu saja… aku harus tekankan bahwa Iman sok tahu. Tapi… berkilatan di mataku kenangan lama saat itu aku saat itu masih SD, dan kecamatan kami benar benar meriah, kata Bapak, Pak Harto akan ke kecamatan kami untuk menghadiri Panen Raya, dan koperasi yang dipimpin bapak akan menjadi salah satu lokasi yang akan dikunjungi Pak Harto. Wah, gembiranya aku kala itu, merasakan kebahagiaan dengan kenyataan bahwa aku, keluargaku, dan rumahku akan masuk TV! Dan itu merupakan kehormatan yang luar biasa mewahnya bagi kami, sampai sampai, setelah acara Panen Raya selesai, keluargaku merayakan kendurian untuk mensyukurinya. Dan Iman menyebut nyebut profesi bapakku yang petani dan pengelola KUD sebagai bagian dari penadah penadah aliran dana dari Almarhum Soeharto?! Entah itu dana APBN-kah? APBD-kah?! Atau sekedar hadiah seorang dari Seorang Soeharto atau apalah...? Semua digeneralisirnya sebagai bagian dari uang kortor korupsi. Dan parahnya, aku menjadi mencak mencak demi tidak rela, seolah, yang kubela benar benar kebenaran. Salah besar! Setelah itu malah memperkeruh suasana. Teman serumah ikut andil dalam perdebatan itu, beringin disebut sebut, KORPRI diungkit ungkit, dan uang lima puluh ribu jadi ejekan. Setiap semuanya disebut, aku dituding, kami berdebat, aku dikeroyok, seperti rampok yang tertangkap tadi maghrib...
“Huh! Tak usah munafik lah! Toh dulu kalian juga mengidam idamkan gambar Pak Harto di dompet kalian kan?! Ujarku sambil melengos pergi tak memperdulikan tertawaan mereka yang masih terbawa komedi berjudul “Pak Harto Naik Helikopter dan Limapuluhribu.”
“Eh, Dik, Dika! Uang monyet juga, kalok tahun jebot waktu itu, kita kita juga mau! ha ha ha!”

***

Suntuk! Suntuk… suntuk! Seperti itulah yang kurasakan di malam ini… tak ada lagi perdebatan, teman teman serumah juga sebenarnya tidak banyak ambil pusing dengan perdebatan tadi maghrib… dan mereka tak meneruskan ejekan mereka lagi dan tak mengungkit ungkitnya kembali… ya iyalah! Mereka merasa menang, dan nasib orang yang dikeroyok seperti aku adalah ‘the poor looser’ dan aku yang tidak punya kesempatan untuk membela diri kini hanya terpekur dalam kesendirian…
Ya Allah, kalau rumahku, sawah bapak, KUD kami yang yang sudah bangkrut itu memang mengalir uang haram, ampunilah dosa ibu bapakku ya Allah! Jangan kau adzab kami Ya Allah. Hanya Engkau yang Maha pengampun… Ibu bapakku seperti aku, mereka orang yang tidak tahu, kami hanya cari makan, kami hanya butuh beras…. Ya Allah… ah! Akhirnya timbul juga dilema seperti ini, tentu saja, aku yang tadinya ngotot bukan main, ternyata akal dan nuraniku tidak luput dari apa yang disebut relatifitas oleh Einsten…. Dan aku seakan tiba tiba menjadi makhluk yang cepat terpuruk dalam ketakutan akan sesuatu yang tak pasti. Dilema, ya dilematis…
Oh! Sudah jam 4 dinihari! Sedang aku belum juga mampu memejamkan mata, hingga kemudian hp berbunyi pertanda sms datang,
Ups, dari bapak, ada apa ini, perasaan, masalah duit sudah dikirim, kemaren juga kami sudah berkelakar banyak…
Isi sms itu berbunyi… “Dika, pa kabar? Eh Dik, Bapak dengar di Kairo dibuka cabang Golkar ya? Bagus itu, kau masuk anggota ya.”
Ah, ada ada saja bapak ini, kubalas…
“Wah, pak, itu juga baru isu. Lagipula, Dika juga tak begitu minat kok, emang apa pentingnya? Biar Dika disini belajar sajalah”
“Dik, kau harus masuk,demi kluarga,tadi Pak Iman ayahnya Ruli krumah, nawarin bapak proyek pmbngunn KUD kmbali, Ruli ketua Golkar Kairo kan? Kau harus masuk! Sebentar lagi tahun 2009 lho!”
Bip bip bip!
Hp berdering lagi… sms baru.
kutinggalkan saja, kepalaku pusing…

Heru Purnama Hasido
Mahasiswa Syariah wal Qanun, Al-azhar

(+) Show All...

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 4:33 AM  

PEMILU AS 2008; PENGARUHNYA KEDEPAN TERHADAP POLITK TIM-TENG DAN DUNIA ISLAM

Pemerintahan George W. Bush 2000-2008 telah membawa Amerika dengan wajah yang berbeda bagi dunia Islam, bahkan memberikan cacat tersendiri bagi image AS di dunia politik internasional. Kebijakan-kebijakan Bush yang secara umum memusuhi Islam dapat menjadi pemicu kebencian terhadap AS. Kebencian yang dibangun di atas kepongahan Amerika dalam politik luar negerinya. Dimana kekuatan militer menjadi kunci diplomasi.

Sejak awal pemerintahan Bush, ketika "perang melawan terorisme" dikumandangkan, dunia dapat melihat bahwa objek dari perang tersebut tidak lain adalah Islam. Yang dibahasakan sebagai bahaya hijau, setelah runtuhnya bahaya merah (soviet). Tuduhan-tuduhan terorisme terhadap Islam yang dipacu dengan propaganda-propaganda Amerika semakin dapat meyakinkan dunia bahwa Islam memang "Berbahaya". Kita lihat politik Bush yang memojokkan Islam dan Timur tengah, mulai dari perang Afghanistan, pemberangusan kelompok Islam garis keras yang dikategorikan sebagai gerombolan teroris, intervensi AS terhadap hubungan Syria-Lebanon, propaganda Road map yang digunakan untuk memihak Israel, perang Iraq dengan propaganda Demokrasi hingga masalah nuklir Iran dengan tanpa sedikitpun menyentuh nuklir Israel yang sudah ada sejak 30 tahun lalu.

Semua kebijakan tersebut membuat ruang gerak Islam semakin terpojok. Salah satu efek konkritnya, pemerintah Saudi terpaksa menutup 150 dari 231 lembaga nirlaba yang ada dengan tuduhan lembaga tersebut mendanai kegiatan terorisme.

Barangkali Bush hanya merupakan bemper dari Partai Republik yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepentingan di bidang minyak dan senjata. Sebagaimana pernyataan mantan Presiden AS, Eisenhower yang mewanti-wanti agar jangan sampai berkumpul para pengusaha minyak dan senjata. Termasuk juga, bahwa dalam tubuh Partai Republik para kristen konservatif yang meyakini adanya peperangan Armagedon antara kaum kristen dan Yahudi setelah orang Islam dapat dieliminasi terlebih dahulu. Keyakinan seperti itu sedikit banyak telah mempengaruhi kebijakan Bush melalui para seniornya di partai, meskipun pada akhirnya kebijakan Bush ditentukan oleh kepentingan AS.

Akhir 2008 ini Bush akan meninggalkan gedung putih dengan menyisakan cacat-cacat tersebut. Meninggalkan situasi timur tengah yang lebih labil dibanding sebelum pemerintahanya, keadaan ekonomi AS yang merosot diakibatkan naiknya harga minyak (pada awal pemerintahan Bush harga minyak masih dibawah 50 USD per barel, sekarang menjadi 140 USD per barel), belum lagi perang Iraq yang tak kunjung reda dan AS tidak bisa dibilang menang hingga detik ini.

Lalu bagaimana Islam dan Timur tengah pasca Bush nanti? Akankah Islam masih menjadi musuh utama, atau mungkin mereda? Atau bahkan akan lebih gencar dibanding pemerintahan Bush? Bagaimanapun juga eksekutif mempunyai peran penting dalam menentukan kebijakan negara. Khususnya negara federal seperti Amerika Serikat, di mana badan eksekutif lebih banyak mengurusi politik luar negeri yang menyangkut kepentingannya. Maka, politik luar negeri Amerika ke depan sangat dipengaruhi oleh pengganti Bush di gedung putih. Dua partai yang bersaing, Republik dan Demokrat, masing-masing mempunyai kandidat yang sama-sama banyak pendukungnya.

Partai Republik adalah partainya Bush, kandidat utamanya John McCain. Mc Cain (71 th) mempunyai visi hampir sama dengan visi pemerintahan Bush. Dalam politik Timur tengahnya McCain ingin memberantas habis seluruh kelompok Islam garis keras yang di matanya identik dengan Al Qaeda dan terorisme. Jika terpilih, McCain ingin menambah pasukan AS dan memperpanjang pendudukan AS di Iraq, lalu menghancurkan gudang nuklir Iran walaupun nantinya terbukti nuklir tersebut untuk tujuan damai, di Afghanistan McCain ingin memperpanjang kedudukan NATO hingga tuntas memburu jaringan Al-Qaeda. Masalah Palestina, McCain melihat perlu meneruskan isi peta perjalanan (road map) damai Israel-Palestina yang dirancang oleh pemerintahan Bush dengan mambangun dua negara yang dapat hidup berdampingan menurut sisi pandang AS dengan tetap mendominasi support bagi Israel sebagai partner utama di Tim-teng. Visi tersebut secara garis besar menjadi visi umum Partai Republik yang mencalonkan Mc Cain.

Di sisi lain, dari kampanye yang telah berjalan, Partai Demokrat mempunyai visi yang agak berlawanan dengan Partai Republik. Kandidat utama Demokrat, Barack Husein Obama (46 th), jika terpilih menjadi presiden akan segera menarik mundur pasukan AS di Iraq dan dalam jangka waktu 16 bulan seluruh tentara AS sudah berada di rumah masing-masing. Obama juga siap berunding dengan Iran untuk masalah nuklir dengan mengedepankan cara diplomasi, dia juga akan menarik pasukan dari Afghanistan, bahkan Obama siap bertatap muka langsung dengan pemimpin-pemimpin negara yang dianggap musuh AS seperti Chavez dan Castro.

Namun sisi pandang Obama terhadap kelompok Islam garis keras tidak jauh berbeda McCain, Obama bahkan siap menambah 65,000 pasukan AD dan 27,000 AL untuk mengalahkan Al-Qaeda dan akan ditempatkan sepanjang antara jibouti dan Afghanistan. Jika perlu, Obama juga siap menambah bantuan militer kepada Pervez musyaraf untuk memberantas Al-Qaeda di Pakistan. Obama juga sempat memberikan pidato di forum yahudi Amerika AIPAC untuk meyakinkan bahwa dia tetap sebagai teman bagi Israel walaupun politik luar negerinya terkesan bertolak belakang dengan pemerintahan Bush. Usaha tersebut tentunya berguna bagi kampanye Obama untuk menangkis rumor yang tersebar bahwa Obama adalah seorang muslim atau pro-islam yang sempat belajar Islam di Indonesia semasa kecilnya.

Seperti yang disebut di muka, bahwa eksekutif memegang peran penting dalam mengeluarkan kebijakan luar negeri. Maka dari visi para calon pengganti Bush terlihat tidak akan banyak terjadi perubahan pada kebijakan AS terhadap dunia Islam, khususnya menyangkut kelompok Islam garis keras. Seluruh kandidat baik yang dari Demokrat maupun Republik sama-sama mengecam kelompok tersebut dan mengaitkannya dengan terorisme. Begitu juga dengan permasalahan Palestina. Para kandidat tetap mempertimbangkan betapa pentingnya komunitas yahudi untuk dilindungi dan begitu berartinya jaringan lobby yahudi bagi AS.

McCain terang-terangan akan mengebom Iran jika tidak segera menutup reaktor nuklirnya yang mengancam Israel. Obama, walaupun lebih mengedepankan cara diplomasi untuk menangani nuklir Iran yang mengancam Israel tetapi dalam pidatonya di depan komunitas Yahudi Amerika AIPAC, ia menyebut akan mengerahkan segala kekuatannya untuk mencegah Iran dalam memiliki senjata nuklir. "I will do everything in my power to prevent Iran from obtaining a nuclear weapon-everything in my power to prevent Iran from obtaining a nuclear weapon—everything". Bahkan saking kuatnya lobby tersebut, AS telah menaikkan bantuan militer kepada Israel dari 1,8 milyar USD ke 2,4 milyar tahun 1998, dan menjadi 3 milyar USD pada 2008. Artinya, tidak akan banyak berubah politik AS terhadap Israel ke depan, siapapun itu pengganti Bush.

Namun di sisi lain, penulis melihat ada kesempatan untuk melemahkan, atau meminimalisir kekuatan AS di dunia. Yaitu dengan mendukung politik AS yang saat ini sedang dijalankan oleh Bush, terutama jika McCain terpilih menjadi presiden. Karena visi McCain tidak jauh berbeda dengan pemerintahan sekarang, maka politik luar negerinya pun tidak akan berbeda dengan Bush, mengedepankan konfrontasi daripada diplomasi. Hal itu akan membawa AS menjadi negara yang totaliter, mengerahkan segala kemampuan untuk memburu musuhnya. Semakin banyak kekuatan digunakan, semakin banyak pula konsumsi energi yang diperlukan, artinya AS akan semakin merasa tergantung terhadap impor bahan bakar. Akibatnya ekonomi dalam negeri akan melemah karena melambungnya harga minyak, dan itu berlaku untuk waktu sekarang. Jika politik tersebut didukung dan dipacu maka akan semakin mendekatkan AS pada titik lemah. Di saat yang sama, musuh-musuh AS (baik musuh militer maupun ekonomi) menggalang kekuatan dan memperkuat propaganda menggantikan propaganda AS di negara-negara yang terlanjur menaruh benci terhadap Amerika.

Berbeda ketika AS merubah politik luar negerinya yang sekarang. Artinya AS akan lebih intropeksi diri ke dalam. Dan itu tergambar dalam visi Obama jika terpilih nantinya. Obama tergolong kandidat yang bisa masuk ke semua kelompok, bahkan tidak sedikit kelompok Islam yang simpati terhadap pencalonanya hanya karena masa kecilnya pernah hidup di negara berpenduduk mayoritas muslim sedunia, dan juga karena nama tengahnya berasal dari kata arab (Husein). Melalui politik Obama, AS akan kembali mendapat dukungan dunia dan akan menyurutkan kecaman dunia terhadap AS atas politiknya selama periode Bush. Kemudian AS akan mampu mengevaluasi diri dan kembali meyakinkan dunia untuk memperkuat posisinya lagi sebagai polisi dunia. Yang berarti juga, tidak akan ada harapan bagi musuh AS untuk mengambil serangan balik.

Dari sekelumit gambaran politik AS terhadap Islam dan Tim-teng pasca pemilu 2008 di atas, dunia Islam perlu mempelajari tindakan-tindakan yang sekiranya perlu diambil untuk tetap menguatkan posisi tawar di kancah Internasional, minimal bertahan untuk tidak hanya menjadi penonton dan penikmat ataupun korban dari pergantian politik AS yang untuk sementara masih menjadi adidaya tunggal. Barangkali ruang yang pantas untuk membahas hal tersebut adalah OKI. Sayangnya pertengahan dekade terakhir ini OKI sebagai organisasi politik negara-negara Islam terkesan kurang tanggap terhadap isu-isu politik Internasional dan terpaksa sibuk berbenah ke dalam karena selisih-selisih internal yang kurang menguntungkan. Wallahu a'lam bishowab.

R. Adi Yulianto
S1 Al Azhar Jurusan Syari'ah wal Qanun
Mahasiswa Pasca Sarjana Hukum, Inst. Liga Arab

(+) Show All...

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 4:49 AM  

TÂKAFUL IJTIMÂ’I


Pengertian Tâkaful ijtimâ’i

Islam menekankan adanya hubungan saling tolong menolong di dalam lingkungan sosial umatnya dan masyarakat, dan ini merupakan tanggung jawab setiap anggota masyarakat di segala bidang, umum maupun khusus selama masih dalam koridor kebaikan dan ketaqwaan. Sebagaimana di dalam al Kitab, termaktub dalam surat al Maidah ayat 2 yang berbunyi “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaika dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya.” Dan ayat ini merupakan perintah yang menjadi bagian dari konsekuensi keimanan seseorang. Dengan adanya konsep tersebut dimungkinkan kesuksesan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam sektor ekonomi, baik dalam sektor produksi, sirkulasi maupun distribusi. Bersamaan dengan majunya ekonomi, juga akan menciptakan masyarakat yang maju dan sejahtera taraf hidupnya.

Masyarakat yang maju dan perekonomian yang mantap bisa tewujud dengan pemerataan distribusi yang benar benar adil. Dan ini merupakan sebuah jaminan bagi terciptanya stabilitas sosial dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang telah tercapai, bahkan bisa lebih meningkatkannya lagi, dengan catatan bahwa harus adanya tolong menolong di dalam komunitas tersebut.
Jadi setiap anggota masyarakat bertanggung jawab atas stabilitas sosial maupun ekonimi dengan jalan takâful (tolong menolong), di samping pemenuhan masing masing dari mereka bagi kebutuhan dasar yang merupakan prioritas utama dalam menjalankannya.

Di dalam Islam, menginfakan harta merupakan bagian dari jiwa seorang muslim di samping Iman. Infaq bisa berupa kewajiban (yang telah diwajibkan oleh Syari’at) atau infaq yang sifatnya sunnah dan didistribusikan ke yang lain, sebagai contoh: untuk menyambung hubungan saudara, kekerabatan, berbakti kepada orang tua, memenuhi hak tetangga (jauh maupun dekat yang muslim maupun ahlul kitâb), membantu musafir yang kehilangan bekal, menyantuni anak yatim, fakir miskin, dan lain sebagainya. Hal tersebut lah yang di dalam dalam al Qur’an surat al Baqoroh ayat 177 disebutkan sebagai pokok-pokok kebajikan. Begitu juga dalam surat an Nisâ' ayat 36-37 dan surat al Insân:7-11). Hal ini berlaku bila kebutuhan primer sudah terpenuhi.
Maka takâful yang berlaku dan disadari antar anggota masyarakat inilah yang dinamakan tanggung jawab sosial atau tanggung jawab bersama.

Ruang Lingkup Takâful

Ruang lingkup takâful adalah selama dan sejauh mana obyek takâful itu diketahiu dan takâful dibutuhkan. Orang-orang yang paling berhak mendapat perhatian terlebih dahulu adalah: kedua orang tua, kerabat dekat dari hubungan darah, anak-anak yatim, kaum miskin dan para janda. Selama mereka membutuhkan dan hal tersebut diketahui, maka takâful berlaku.
Sebagaimana yang dianjurkan oleh Rosulullâh, dari ibn Abbâs, Rosulullâh bersabda bahwasanya barang siapa yang memelihara anak yatim unt makanan dan minumanya maka Allâh akan mengampuni dosa-dosanya sampai dia melakukan perbuatan yang tidak bisa dima'afkan…

Batasan Takâful

Syatibi menjelaskan, pembebanan syar'iyyah berdiri bertujuan untuk menjaga maqâshid-nya. Maqâshid Syar'iyyah yang dimaksud adalah tiga poin penting yaitu: dharuriyyah, hâjiyyah dan tahsinîniyyah.
1. Dharuriyyah atau kebutuhan primer adalah kebutuhan harus terpenuhi untuk memenuhi kemaslahatan agama dan dunia, kebutuhan primer ini berhubungan terhadap 4 sektor diantaranya 'ibadat, 'adât, mu'âmalât dan jinâyât. Sedangkan dharuriyyah jika diklasifikasikan ada lima yaitu hifdzu al-dîn atau menjaga agama(dalam sektor ibadah), hifdzu al-nafs dan al-'aql atau menjaga jiwa dan akal(dalam sektor 'âdah) seperti kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal serta pendidikan, hifdzu al nasal dan mâl atau menjaga keturunan dan harta.

2. Hâjiyyah atau kebutuhan sekunder adalah kebutuhan untuk meringankan beban kesempitan dan kesusahan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer. Yang dimaksud dalam hal ini adalah rukhshoh atau keringanan ketika sakit atau dalam perjalanan ,dibolehkanya berburu dan mengkonsumsi hal hal yang bagus dari makanan, minuman dan tempat tinggal dll.

3. Tahsinîniyyah atau kebutuhan tersier adalah kebutuhan yang bersifat sebagai pelengkap saja dan menjauhi segala hal yang buruk dan najis. Contoh: bersuci, menutup aurat dan memakai perhiasan, tidak menjual barang2 najis, dll.
Menurut islam batasan minimal dari takâful adalah terpenuhinya kebutuhan dasar anggota masyarakat dalam hal ini adalah kebutuhan primer. Apabila kebutuhan-kebutuhan dasar ini belum terpenuhi, bukankah masih ada orang kaya yang disuruh untuk mengeluarkan sadaqahnya? Dan juga seharusnya orang kaya-lah yang menjamin orang miskin di dalam kehidupan bermasyarakat, karena di setiap harta orang kaya terdapat hak-hak orang membutuhkan, sehingga terpenuhi kebutuhan hidupnya.

Sumber-Sumber Khusus Al Takâful al Ijtimâ'i

1.Sumber-Sumber Yang Telah Ditentukan Ukuran dan Batasan-Batasannya.

a. Zakat

Zakat berarti berkembang dan mensucikan, mengeluarkan zakat dikarenakan berkembangnya harta dan upah yang berlimpah, maka zakat di wajibkan untuk harta yang berlimpah, dan Allâh mensucikan harta serta pemilik harta yang telah di keluarkan zakatnya.
Pengertian zakat dari berbagai pendapat yang di tulis, bisa diambil kesimpulan, zakat adalah: mengeluarkan sebagain dari harta yang telah memenuhi nishab dan haul. Untuk zakat hasil hasil pertanian dan perkebunan adalah pada saat masa siap panen.
Peranan zakat di dalam masyarakat islam selain menjalankan perintah agama adalah merupakan sebuah jaminan orang yang membutuhkan dari orang kaya dan untuk mewujudkan keadilan distribusi internal di dalam masyarakat islam serta untuk investasi dan memperluas aktifitas perekonomian sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan, terpenuhinya kebutuhan.

Macam-Macam Zakat

1. Zakat dari barang tak bergerak dan hasil-hasilnya,meliputi;

a) zakat pertanian dan perkebunan serta hasil-hasilnya.
b) zakat dari gedung yang disewakan, zakat ini diqiaskan kepada tanah yang disewakan untuk pertanian yang juga dibebani zakat, sebesar 10%.

Menurut sebagian pendapat para ulama lain, zakatnya adalah 2,5%, menurut Ibn 'Aqil al hanbal dan ibn rusyd zakat ini diqiaskan kepada zakat barang dagangan, sedangkan menurut ibn qudâmah di dalam kitab mughni, zakatnya (2,5%) dikeluarkan setelah memenuhi nishab dan haul.
2. Zakat dari harta yang bergerak, pendapat ini (2,5%) juga dikeluarkan oleh majma' al buhuts al islami (Al Azhar Mesir);
a) Zakat hewan ternak
b) Zakat harta dan hasil usaha, sebesar 2,5%, harta meliputi emas, perak dan uang. Khusus untuk perak zakat setiap 200 dirham adalah 5 dirham sedangkan emas setiap 20 dinar zakatnya adalah 1/2 dinar (menurut sebagian paara ulama 1 dinar=1 3/7 dirham, 1 dirham= 3,12gr) jadi zakat nishob emas adalah 79,14 gram dari emas murni.
c) Zakat dari perdagangan dan pabrik
d) Zakat barang-barang tambang
e) Zakat armada transportasi, setelah mencapai haul dan memenuhi nishab zakatnya adalah 45%.
f). Zakat dari perabotan dan perhiasan yang disewakan atau sejenisnya.
3. Zakat Jiwa atau Zakat Fithrah.
Zakat zakat tersebut diatas—kecuali zakat fithrah—dikoordinasikan dan didistribusikan oleh negara menurut Syari'ah Islam jika para pemegang kekuasaan dapat menjamin keadilan dalam koordinasi dan distribusi. Sedangkan zakat fitrah didistribusikanoleh orang yang mengeluarkan zakat secara langsung kepada orang yang berhak menerima.

b. Pajak

c. Upeti dari hasil usaha orang non-muslim.

2. Yang Mencakup Sumber-Sumber Yang Belum Ditentukan Ukuran dan Batasan-Batasanya.

a. Shodaqoh dan Infaq dari barang bermanfaat untuk masyarakat

Firman Allah “Percayalah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya? Belanjakanlah sebagian harta yang hak penggunaannya telah Dia titipkan kepadamu. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, di antara kalian, dan membelanjakan sebagian harta yang dititipkan akan mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah.” (Q S 57:7). Dari ayat tersebut dan dari ayat yang sejenis, Allah menyuruh untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah. Dari jenis infaq dan shodaqoh ini juga terdapat wasiat 1/3 dari hartanya untuk fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

b. Sumber-sumber tambahan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Jika sumber-sumber sebelumya belum mencukupi kebutuhan masyarakat, maka pemerintah dalam hal ini—sesuai dengan syari'ah—diperbolehkan untuk menarik sebagian harta dari orang kaya secara paksa. Jika masyarakat benar-benar membutuhkan.

c. Pajak dan Sumber-sumber lain.

Sebagian ulama berpendapat bahwa pajak juga sangat dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan orang yang memerlukan, serta pajak juga merupakan jalan keluar, pada saat itu.
Ini semua dikoordinasi oleh pemerintah, sebagai pemegang kekuasaan, dengan syarat; penguasa dan sistem bisa berlaku adil dalam koordinasi dan distribusi. Karena sifat adil adalah syarat bagi keberlangsungan masyarakat dan ekonomi di dalam tatanan masyarakat yang islami.

Oleh: Tatang Balya Muhajir (Mahasiswa Syari’ah wal Qanun Tk. IV Anggota Divisi Ekonomi FSQ).
Tulisan ini adalah makalah yang disampaikan pada acara Pembahasan buku al Iqtishâd al Islâmi, Dr. M. ‘abd al Mun’im, Jilid I oleh Divisi Ekonomi pada hari Senin, 15 Juli 2002.


(+) Show All...

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 5:01 PM  

ILMU HUKUM

Ilmu dan Penggunaan kata al Qanun

Ilmu adalah kumpulan masalah-masalah dan kaidah-kaidah umum dalam satu bidang. Seperti ilmu nahwu, ilmu fiqh dan ilmu hukum. (al Wajiz: 624).
Hukum, dalam bahasa Arab kadang disebut qanun, secara bahasa adalah ukuran dan standar tiap sesuatu. (al Wajiz: 763). Sedangkan secara istilah merupakan segala aturan yang berlaku, disertai konsekuensi; hal ini meniscayakan perulangan yang memperlihatkan adanya pola yang tetap dan mapan. Pengertian tersebut bersifat umum, sehingga menjangkau banyak bidang, seperti aturan hukum alam (qanun al thabi’ah), matematika (riyadliyyat¬), ekonomi ( iqtishadiyyah) dan sebagainya.

Pengertian hukum, qanun, dalam studi hukum sedikit berbeda dengan pengertian tersebut di atas. Dalam bidang studi ini, Qanun adalah sekumpulan aturan/kaidah yang mengatur perilaku orang dalam suatu masyarakat, disertai sanksi yang dijatuhkan secara paksa pada pelanggarnya. Dalam bahasa Indonesia adalah hukum, dalam bahasa Inggris Law, dalam bahasa Perancis le Droit. Pengertian ini adalah pengertian hukum secara umum, terlepas dari jenis dan sumbernya. Maka, dalam kontek yang lebih sempit, seringkali kata qanun dipakai untuk menunjukkan salah satu cabang hukum yang berlaku pada bidang tertentu, seperti qanun madany/ hukum perdata/private law dan yang lainnya.

Selain itu, kadang berarti al taqniin, yaitu sekumpulan pasal atau teks hukum dalam satu cabang hukum tertentu. Ini dapat kita pahami dari, misalnya, ‘ pasal 1 UU Perdata menyatakan...”. Dalam bahasa Perancis adalah Code.
Sering pula, qanun dipakai untuk menunjukkan al tasyri’/legislasi yang merupakan hasil dari badan legislatif. Hal ini terlihat, misalnya, pada; “ UU no 123 tentang Pornografi.” Dalam bahasa Perancis disebut Loi. (al Fiqqy, 2002: 12 - 15)
Hukum positif adalah hukum yang sudah dituangkan dalam bentuk tertulis, yang berlaku di suatu negara pada waktu tertentu. Untuk memudahkan, kita pahami dari judul berita harian Kompas; Ketua MA: Pidana Mati Masih Hukum Positif di Indonesia (Kompas, 20 Februari 2003).

Hukum konvensional/ al qanun al wadh’iy adalah hukum yang dihasilkan oleh [kehendak] manusia, sebagai lawan dari hukum yang bersumber dari Tuhan/al qawaaniin/ al syara’i al ilahiyyah. Namun, pada perkembangannya hukum konvensional sembari masih mengandung makna tersebut, lebih mengarah pada hukum yang sedang berlaku di suatu negara pada paktu tertentu, atau menunjuk pada makna hukum positif (Zeidan, 2000: 9)

Pengertian ilmu hukum

Dr. Satjipto Rahardjo berpendapat, bahwa bahasan ilmu hukum melibatkan pembahasan yang luas, bahkan melampaui bidang hukum itu sendiri, memasuki bidang ekonomi, kebudayaan, sosiologi, filsafat dan politik (Rahardjo, 2000: 1,2,3). Maka, oleh karenanya, akan lebih simpel bila didefinisikan sebagai ilmu yang membahas hukum dan kajian ilmu lain yang berkaitan dengannya. Selain pertimbangan di atas, juga di karenakan hukum akan senatiasa berkembang selama masyarakat masih ada.
Masyarakat dan hukum Masyarakat, dalam ruang dan waktu tertentu, adalah sebuah sistem yang amat kompleks. Untuk menjabarkan beberapa aktivitas yang berlangsung di dalam institusi masyarakat, ia mencakup aktivitas sosial, aktivitas politik, aktivitas ekonomi dan kebudayaan. Pada prinsipnya, hubungan-hubungan yang ada bisa diibaratkan dengan lalu lintas hak dan kewajiban yang setelah melalui perjalanan waktu bisa identifikasi dan ditertibkan melalui norma-norma dan petunjuk yang telah disepakati. Singkatnya masyarakat merupakan wadah bagi beberapa subsistem tersebut, ia merupakan integrasi sistem-sistem tersebut, dan hukum pun merupakan integrasi kepentingan yang berbeda bahkan berlawanan. Ini berarti, masyarakat adalah sebuah perkumpulan terorganisir yang terlihat dari relasi antar anggotanya dalam bidang dan aktivitas tertentu. Keanekaragaman inilah yang menuntut kehadiran hukum, agar segalanya berjalan teratur. Bisa dikatakan, hukum adalah hasil dari proses bermasyarakat.

Hubungan hukum dengan aktivitas masyarakat

Hukum tak akan pernah lepas dari aktivitas ekonomi dan kajian yang berkaitan dengannya. Sebagai contoh, jual beli telah ada jauh sebelum hukum hadir mengaturnya secara cermat. Hukum hadir dengan memuat aturan-aturan yang meminimalkan terjadinya penyimpangan, sembari tetap memberikat kebebasan kehendak dalam banyak hal. Demikian pula, kemajuan yang terjadi dalam jual beli melalui pemakaian teknologi memaksa hukum untuk kembali mengaktualisasikan kehadirannya, sebab jati diri hukum adalah ia ada untuk mengatur.

Demikian pula, hukum tidak lepas dari kondisi sosial, interaksi sosial dan akibatnya. Sebagai contoh, perkawinan, sebelumnya, adalah kenyataan alamiah, sehingga sekalipun hukum belum ada, perkawinan adalah bagian dari kenyataan, hingga akhirnya hukum datang mengaturnya dan secara tegas dengan cara merusmuskan hak dan kewajiban suami isteri. Perkawinan, kini, tidak sekedar kenyataan, ia telah berubah menjadi perbuatan yang tunduk terhadap aturan hukum.

Hukum pun terpengaruh oleh ideologi, sistem dan proses politik yang ada. Sebagai contoh, ideologi sosialism (al isytirakiyyah) yang dianut Mesir menuntut dasar hukum yang menjadi landasan. Maka, Konstitusi Mesir tahun 1971 pada pasal 1 menegaskan bahwa Mesir merupakan negara sosialis demokratis. Selain itu, peraturan-peraturan di bawah konstitusi juga menguatkan peran negara. Sebagai contoh, pendidikan di Mesir dibiayai oleh negara dan campur tangan negara dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Demikian juga, pemilihan presiden merupakan salah satu proses politik yang diatur oleh hukum/UU. Sebagai contoh, pemilu presiden Mesir tahun 2005 menggunakan sistem pemilihan langsung dan diikuti lebih dari satu kandidat, padahal pemilu sebelumnya memakai sistem referendum. Kedua sistem ini meniscayakan kehadiran hukum sebagai landasan dan petunjuk pelaksanaannya.

Dari uraian di atas terlihat bahwa hukum menjamin kepastian terhadap masyarakat dalam hubungan yang dilakukan dalam kehidupannya.

Bila pengajaran dan studi hukum (seperti di Al Azhar) terlihat kental tradisionalis, normatif; metode tradisional, maka sebenarnya merupakan suatu kecenderungan yang sah dan tidak menafikan kemugkinan terjadinya perubahan. Sebab, studi yang normatif hanya terpancang pada bagaimana memahami hukum yang benar masih positif/berlaku dan bagaimanakah penerapannya. Studi yang demikian tidak berbuat lebih banyak lagi, sehingga tugas seorang ahli hukum hanya terbatas pada dua usaha di atas tanpa mencoba membenturkannya dengan realitas. Dan ilmu hukum yang menggaet banyak disiplin ilmu memungkinkan berbuat lebih lanjut, sehingga kajian akan semakin luas, dengan hasil yang akan semakin jauh.

Oleh karenanya, ilmu hukum pada hakikatnya merupakan perluasan wilayah kajian hukum, sehingga tidak hanya berkutat menjabarkan teks UU. Dalam ungkapan lain, dalam rangka menjembatani mewujudkan kertiban dan kepastian serta keadilan, ilmu hukum memberikan sumbangan besar dengan menggandeng kajian ilmu lain, sehingga produk hukum merupakan produk yang matang, manakala dalam praktek-praktek hukumnya aspek-aspek yang ditelaah dan direkomendasikan ilmu hukum dijadikan pertimbangan, dan pada gilirannya ilmu hukum turut berperan membangun hukum sebagai sebuah sistem yang baik.
Beberapa bidang yang dilibatkan dalam studi hukum antara lain; Sosiologi hukum, anthropologi hukum, perbandingan hukum, sejarah hukum, politik hukum, psikologi hukum dan filsafat hukum.

Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum dari sisi sosiologinya. Berikut ini beberapa karakteristik sosiologi hukum:
a. Memberikan penjelasan mengenai praktek-praktek hukum yang meliputi pembutan undang-undang, penerapannya serta pengadilan. Maka sosiologi hukum berusaha menjelaskan mengapa proses demikian terjadi, sebab-sebabnya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta latar belakangnya. Bahkan sosiologi akan terlibat lebih jauh lagi.

b. Menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan hukum. Pertanyaan khas dalam hal ini misalnya; ”bagaimanakah dalam kenyataannya peraturan itu?” Apakah kenyataan seperti tertera dalam peraturan?”. Dalam hal ini, studi hukum akan senantiasa dibenturkan dengan data empiris.

c. Tidak memberikan penilaian terhadap [perbuatan] hukum. Baik perbuatan yang sesuai dan yang menyimpang mendapat perhatian yang sama dalam metode sosiologi hukum.(Rahardjo, 2000:hal 326-327)

Anthropologi hukum adalah pemahaman ilmiah tentang perilaku sosial dan kultural manusia serta pemahaman secara sistematik terhadap distribusi manifsetasi-manifestasinya dalam kurun waktu dan ruang. Anthropologi merupakan kajian yang bersifat menyeluruh terhadap kehidupan manusia. Ia memulai kajian dengan ide tentang evolusi manusia.

Dalam kacamata anthropologi, hukum mengalami pemekaran pemahaman, sehingga tidak melulu tertuju pada peraturan yang bersifat formal [sebagaimana definisi hukum modern]. Sebab, bagi para anthropolog, penyempitan definisi hukum a la definisi modern sangat etnosentris, sesuatu yang sangat bertolak belakang dengan daya jelajah anthropologi yang amat luas. (Rahardjo, 2000: hal 238-339)

Perbandingan hukum adalah membandingkan hukum-hukum positif dari satu bangsa ke bangsa yang lain. Pembandingan ini memiliki tujuan antara lain; memperlihatkan persamaan dan perbedaan yang mungkin ditemukan, menjelaskan mengapa terjadi, menilai dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang bisa ditarik sebagai kelanjutan dari hasil-hasil studi pembandingan yang telah dilakukan, menemukan kecenderungan dan asas-asas umum. (Rahardjo, 2000: hal 348)

Sejarah hukum, kajian sejarah hukum dipelopori oleh Savigny (1779-1861) dengan memposisikan hukum sebagai unikum tempat dan waktu tertentu suatu bangsa, oleh karenanya akan memilki perbedaan dengan hukum bangsa lain. Kajian sejarah hukum menyodorkan bebarapa petanyaan menyangkut hal-hal semacam: Faktor yang melatar belakangi terbentuknya lembaga huku tertentu beserta proses pembentukannya, faktor apakah yang dominan dalam pembentukan tersebut, interaksi faktor eksternal dan internal pada masa pembentukan, proses adaptasi sistem hukum yang diambil dari sistem hukum asing, mempertanyakan fungsi lembaga hukum; apakah sama ataukah mengalami perubahan, faktor yang menyebabkan dihapuskannya lembaga hukum dan alasannya, dan apakah pola perkembangan umum lembaga hukum bisa dijelaskan. Maka, dalam studi sejarah hukum, peneliti akan melibatkan banyak pendekatan, sebab studi semacam ini memerlukan kerjasama interdisipliner.( Rahardjo, 2000, hal: 350-351)
Politik hukum. Setiap masyarakat yang teratur akan berlejan ke arah tujuan tertentu. Kolektifitas yang menjadi karakteristik masyarakat dengan sendirinya menyodorkan suatu tujuan sosial/kolektif. Politik adalah bidang dimana masyarakat mewujudkan tujuannya tersebut. Struktur politik menaruh perhatian terhadap pengorganisasian kegiatan kolektif untuk mencapai tujuan yang secara kolektif menonjol. Adanya tujuan yang menonjol ini, menuntut, sebelumnya, adanya pemilihan dari sekian banyak tujuan-tujuan sosial. Dalam hukum, kita dihadapkan pula pada keharusan memilih tujuan dan cara untuk mewujudkan tujuan masyarakat. Kesemua hal ini masuk dalam bidang politik hukum.

Sebagai bagian dari sistem masyarakat yang kompleks, hukum harus selalu berjalan bersama dengan tujuan masyarakat yang terkait erat dengan sisi kehidupan masyarakat yang lain, diantaranya sisi politik, sebab hukum tidak sepenuhnya otonom.
Dalam politik hukum, peneliti biasanya mempertanyakan hal-hal seperti; apakah tujuan dari sistem hukum yang ada? Bagaimanakah cara mewujudkannya? Kapankan perubahan sebaiknya dilakukan? dsb. (Rahardjo, 2000: hal 351-352)

Dalam perkembangannya, hukum dipakai secara sadar sebagai sarana untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu, tujuan sosial. Hukum juga telah menggarap dan mengatur kita, tingkah laku sosial kita yang menunjukkan bahwa hukum telah memasuki bidang psikologi, psikologi sosial persisnya. Hukum pidana merupakan jenis hukum yang sering bertautan dengan psikologi masyarakat yang menginginkan segala bentuk kejahatan bisa dicegah. Sebagai contoh, seseorang menggunakan haknya tidak karena tertera dalam hukum atau UU, namun lebih sering karena ia merasa yakin bahwa ia berhak. Demikian juga mengenai tuntutan kepastian hukum yang berlebihan, dari sisi psikologi hukum adalah suatu kekeliruan.(Rahardjo, 2002: hal 353,354,355)
Filsafat Hukum mempersolakan hal-hal yang bersifat dasar dari hukum. Menyoal hakikat hukum, juga tentang dasar bagi kekeuatan mengikat suatu hukum. Filsafat hukum mendudukkan hukum sebagai fenomena universal, sedangkan kajian hukum positif membahas hukum sebagai bagian dari tatanan hukum tertentu dengan mempertanyakan konsekuensi logis asas, peraturan, bidang dan sistem hukumnya sendiri. (Rahardjo, 2000: hal 358)

Tujuan Ilmu Hukum

Kompleksitas kehidupan masyarakat menuntut pemahaman yang matang dan menyeluruh terhadap setiap sisinya. Demikian pula, kemajuan dan perubahan besar yang terjadi menyebabkan banyak lubang dalam lingkup hukum, dalam arti peraturan yang ada belum cukup, tidak lagi cocok dan bahkan kontraproduktif dengan kondisi yang ada. Tentunya, menjadikan kajian hukum terlepas dari pemahaman yang utuh dan menyeluruh terhadap hal ini hanya akan mengakibatkan blunder. Hukum kadang akan tertinggal dari cepatnya perubahan atau bahkan tak lagi sejalan dengan cita dan tujuan sosial masyarakat.

Mengingat hampir seluruh aktivitas masyarakat telah dijadikan objek ilmu pengetahuan tertentu, baik aktivitas politik, kegiatan ekonomi, budaya dan sebagainya; telah disikapi dengan disiplin ilmunya masing-masing, maka ilmu hukum menampung segala kajian yang berkaitan dengan hukum dalam rangka memudahkan mewujudkan sistem hukum yang kuat, padu dan baik.

Dari sinilah ilmu hukum diharapkan mampu menjembatani usaha-usaha memperbaiki hukum sebagai suatu sistem. Pembuatan UU akan didasarkan pada studi yang mendalam, penerapan hukum senantisa lekat dengan kontrol dan koreksi, peradilan pun akan semakin menunju poada penciptaan keadilan.

Referensi

Al Mu’jam al Wajiz, 1972, Dar al maarif, Kairo
Zeidan, Dr. Abdul Kareem, Nadzraat Fi al Syari’ah al Islamiyyah, Lebanon: Muassasah Ar Resalah, 2000, cetakan pertama
Al Fiqqy, Dr. Mohammad Ali Uthman, Nadzariyyat al Qanun, Kairo, 2002
Rahardjo, Prof. Dr. Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Karya, 2000, Cetakan ke V

Oleh: Muhammad Munafidzu Ahkamirrahman

(+) Show All...

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 2:35 PM  

HUKUM INTERNASIONAL DI ERA MODERN: MENGENAL SEKILAS PENGANTAR HUKUM ANTAR NEGARA

Relasi antar bangsa-bangsa yang terus menerus meningkat dewasa ini meniscayakan bangunan hukum yang di jadikan acuan bersama dalam meretas kesepakatan dan peraturan yang diberlakukan di atas pentas dunia internasional. Munculnya hukum internasional sebagai suatu bidang dan obyek kajian ilmu hukum bukanlah suatu kajian ilmu hukum yang telah berumur tua. Pembidangan hukum internasional merupakan akumulasi dari proses evolutif yang pernah dialami manusia sebagai sekumpulan rumpun berbagai bangsa dalam pelbagai perbedaan geografis serta tatanan administratif dan politiknya. Perumusan hasil kajian atas hubungan antar rumpun bangsa-bangsa ini sebagai suatu disiplin keilmuan telah, sedang dan akan terus mengalami sentuhan perubahan selaras dengan pergeseran iklim politik, sosial dan budaya yang melanda dunia internasional.

Bukan berarti ilmu hukum internasional saat ini belum menemukan sedikitpun konsensus ilmiah di bidang hukum yang mengalasi hamparan pandangan para pakar yang terus dan kian berkembang. Hanya saja prinsip hukum yang nyaris tersepakati itu berpotensi besar untuk selalu berubah dan bergeser sejalan dengan kemajuan relasi antar bangsa itu sendiri. Apalagi peradaban manusia pada dua abad terakhir diwarnai oleh penemuan dan kemajuan bermacam ilmu pengetahuan dan berbagai perangkat teknologi mutakhir khususnya di teknologi bidang informasi, komunikasi dan tranportasi. Tiga fenomena terakhir yang disebutkan adalah yang berperan besar meluluhlantakkan paradigma klasik dalam hubungan antar bangsa dan anak manusia di era modern saat ini.

Dengan demikian kajian hubungan internasional sebagai ilmu hukum telah melewati berbagai fase dan pengalaman hidupnya sendiri. Oleh karena itu, perbincangan tentang hukum internasional yang mengatur pergaulan berbagai bangsa ini selayaknya dimulai, walaupun sepintas lalu, dari sejarah pergaulan suku-suku bangsa di masa pra modern sebelum dilanjutkan pada pengertian dan pelbagai pembahasan kontempelatif dari sudut frame ilmu hukum internasional dalam terminologi kekiniannya. Sebagai penutup pembahasan, seyogyanya diuraikan mengenai pergeseran pemaknaan atas paradigma hubungan antar bangsa saat ini sebagai implikasi langsung dari kecanggihan perangkat teknologi dan ilmu pengetahuan masa kini. Berikutnya hendaklah pula dipaparkan pula sekilas tentang tantangan-tantangan global yang sangat mungkin terjadi di masa-masa mendatang.

Pengertian Hukum Internasional

Dewasa ini, pengertian hukum internasional (international law) telah mencapai konsensus umum untuk diartikan sebagai, sekumpulan peraturan dan norma-norma hukm yang diberlakukan atas bangsa-bangsa dan entitas lainnya yang mendapat pengakuan sebagai subyek hukum internasional (international personality/askhos al-qonun al-dauli). Pendevinisian hukum internasioal di atas yang mengikut sertakan entitas internasional selain negara sebagai subyek hukum internasional terbilangsebagai devinisi yang berumur muda. Setidaknya, hukum internasional tidak lagi terbatas dan ekslusif bagi negara-negara semata yang diakui sebagi subyek hukumnya. Devinisi baru bagi hukum intenasional ini jelas-jelas berbeda dengan pengertian klasik yang hanya membatasi international law sebagai hukum yang barlaku bagi subyek hukum yang terdiri dari negara-negara belaka .

Pergeseran pendevinisian ini berkaitan erat dengan peran pelbagai organisasi-organisasi internasional yang mampu berperan di dunia internasioanl layaknya negara dan bangsa berdaulat. Pada dekade 1940-an, jumlah organisasi-organisasi internasional menunjukkan angka membengkak dan nyata-nyata memainkan peran yang punya efektifitas yang bahkan tidak kalah dari peran yang dimainkan negara-negara. Peran yang ditunjukkan PBB sebagai salah satu representasi penting organisasi berskala internasional dalam partisipasinya yang turut meredam perang dunia kedua yang melibatkan negara-negara besar dan menjadi ancaman global waktu itu manjadi bukti sahih efektivitas peran organisasi internasional dalam skala global yang tidak kalah dari peran negara.

Devinisi baru ini merevisi pengertian tradisional akan hukum internasional ( the traditional definition of international law) yang hanya membatasi subyek hukumnya semata atas negara. Devinisi hukum internasioanal yang dalam perpekstif klasik lebih diartikan sebagai hukum yang diberlakukan atas bangsa-bangsa di masa perang dan damai telah kehilangan momentumnya serta dinilai terlalu kaku dan rigid. Fenomena baru di dunia internasional yang menunjukkan peran besar yang dimainkan organisasi multinasioanl menjadi rujukan utama yang diakomodir oleh devinisi baru ini. Sehingga perubahan besar yang dibawa fenomena baru ini mesti direfleksikan dalam pranata hukum internasional semenjak abad 20.

Dalam pengertian istilah modern, hukum internasional seringkali dikaitkan dengan 'ius gentium' yang merupakan konsepsi bangsa Romawi. Hanya saja terma 'ius gentium' di masa Romawi yang kerap di dengungkan sebagai akar devinisi hukum internasional ini sejatinya mempunya pengertian yang jauh berbeda dengan penggunaannya di masa modern. Ada dua arti yang diberlakukan bagi 'ius gentium' di masa Romawi. Yang pertama adalah hukum yang berlaku umum baik bagi orang Romawi maupun bangsa lain, mengingat di masa Romawi terdapat hukum yang khusus berlaku bagi warga negara Romawi yang disebut 'ius civile'. Sedangkan arti kedua bagi 'ius gentium' adalah hukum kodrat yang berlaku umum dan universal bagi semua bangsa dan benda. Kelihatnnya, pengertian yang terakhir inilah yang kemudian diadaptasi sebagai akar yang menjadi cikal bakal hukum antar negara .

Sifat Hukum dari Hukum Internasional (The Characteristics of International Law/al-Sifat al-Qonuniyah li al-Qonun al-Dauli)

Semenjak munculnya hukum internasional sebagai pranata hukum yang menertibkan relasi antar bangsa, kekuatan hukum yang dimilikinya telah menjadi kontroversi para pakar. Sebagaian dari mereka berpandangan bahwa hukum internasioan tidak mempunya kekuatan hukum (al-quwah al-mulzimah). Artinya hukum internasional tidak lebih daripada pandangan moril (positieve moraal) dalam pergaulan internasional atau sebatas hanya sopan santun internasional (comitas gentium/al-akhlaq al-dauliah). Pandangan ini dianut antara lain oleh John Austin dalam bukunya lectures on Jurisprudence. Termasuk yang tidak mengakui sifat hukum dalam hukum internasional adalah Hobbes dari Inggris dan Hegel, fisuf kenamaan Jerman.

Pendapat pertama yang tidak mengakui hukum internasional sebagai tidak lebih dari tatakrama antar negara melandaskan argumennya pada kedaulatan negara sebagai kekuasaan tertinggi (al-siyadah al-muthlaqoh) . Bagi mereka, kekuatan hukum akan mengikat jika semata-mata berasal dari hukum tertinggi yang termanifestasikan dalam otoritas dan kedaulatan negara. Berarti, kesepakatan bilateral maupun multilateral apapun tidak akan mampu mencerabut kekuasaan tertinggi ini. Tidak juga mampu merobohkan kedaulatan negara ini norma-norma internasional yang berlaku di dunia internasional. Setiap negara mempunya kedaulatan sendiri di depan negara lain yang tidak boleh terusik oleh kedaukatan negara lainnya.

Dengan kata lain, kesepakatan yang dihasilkan oleh dua unsur yang sepadan tidak akan memberikan kekuatan hukum yang mengikat. Kekuatan hukum akan dinilai mengikat mana kala hukum tersebut dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi kederajatannya atas subyek lain yang berada di bawahnya. Dengan demikian, kelompok ini berpandangan bahwa kekuatan hukum hanya terdapat pada hukum nasional.atau yang lazim disebut sebagai undang-undang (municipal law) .Di mana dalam hukum domestik ini terdapat pembentuk undang-undang yang terpresentasikan dalam parlemen sebagai otoritas tertinggi yang menjadi pengewajentahan dan perlambang dari kadaulatan negara.

Pandangan ini mendapat pertentangan dari kelompok mayoritas pakar hukum yang mengakui kekuatan hukum yang terdapat pada hukum internasional. Bagi kalangan yang mendukung terdapatnya kekuatan hukum yang mengikat dalam hukum internasional, kesalahan kelompok yang tidak mengakui sifat hukum berpangkal pada generalisasi dan penyamaan antara hukum yang berlaku antar negara (the international legal system) dengan hukum yang berlaku dalam negara atau undang-undang ( municipal law). Penilaian yang dangkal dan berat sebelah dengan mengartikan hukum semata sebagai hukum nasional saja telah melalaikan perbedaan prinsipil antara undang-undang dan hukum. Para penyokong pandangan yang mengatakan tidak adanya sifat hukum dalam hukum internasional telah melupakan bahwa di samping undang-undang terdapat pula hukum lain dalam negara. Seperti halnya hukum kebiasaan nasional dimana hampir semua pakar mengakuinya sebagai hukum sah dalam negara di samping undang-undang. Oleh karena itu, undang-undang adalah salah satu hukum dalam suatu negara, namun bukan satu-satunya.

Di sisi lain, dalam pandangan mazhab kedua, keluarnya undang-undang dari lembaga yang menyuarakan otoritas dan kedaulatan negara bukanlah hukum itu sendiri. Memang benar bahwa peraturan-peraturan yang di keluarkan oleh parleman dan yang diberlakukan oleh para hakim adalah hukum, namun penetapan parlemen dan keputusan hakim bukan merupakan elemen hukum. Sebagai bukti banyak peraturan-peratutran hukum negara yang tidak lahirkan parlemen dan tidak pula dapat diputuskan oleh hakim. Peraturan-peraturan hukum tentang tata cara menjalankan kekuasaan tertinggi adalah sebuah misal bagi yang terakhir disebutkan .

Klaim yang disebutkan pendukung pendapat tidak mengikatnya hukum internasional bahwa dalam hukum internasioanl tidak terdapat pula pembentuk hukum dapat digantikan dengan pengadaan perjanjian (tractaat) antar negara itu sendiri. Sehingga, peraturan-peraturan yang tertuang dalam memo perjanjian itu dapat dikategorikan sebagai hukum yang mengikat, mengingat keyakinan dunia internasianal yang menganggap traktat sebagai sumber hukum positif. Selain itu, undang-undang yang merupakan peraturan berdasarkan perintah dan kehendak satu arah dapat menjadi sebuah hukum yang mengikat, apa lagi traktat yang justru merupakan kehendak bersama antara negara yang menandatanganinya. Dengan pelbagai argumen di atas, jelaslah bahwa hukum internasional dapat dinilai sebagai suatu peraturan-peraturan hukum yang mengikat (al-mulzimah) dan memiliki sifat hukum (al-sifat al-qonuniah) .

Sumber-Sumber Hukum Internasional (The sources Of International Law/Mashodir al-Qonun al-Dauli)

Peraturan dan norma internasional yang mesti dianut oleh negara-negara harus senantiasa berdasarkan sumber-sumber autoritatif yang menaunginya. Dengan demikian, maka sumber internasional ini dapat diartikulasikan sebagai segala sesuatu yang dapat memunculkan dan melegalisi peraturan dan norma antar negara. Satu perbedaan mencolok antara sumber hukum yang dijadikan landasan hukum domestik dan sumber hukum internasional adalah tidak didapatinya sumber tertulis dalam hukum internasional. Hal ini sangat jauh berbeda dengan hukum nasional sebuah negara yang lazim menggunakan sandaran sumber hukum tertulis dalam peraturan-peraturan domestiknya.

Secara karakteristik, sumber hukum ini dapat dibagi menjadi dua. Pertama adalah sumber formil (al-mashodir al-syakliyah/formal source). Kedua adalah sumber materil (al-mashodir al-madiyah/material source). Secara singkat, sumber formil dapat diartikan sebagai segala proses prosedural yang melegalisi hukum internasional wujud. Sedangkan sumber materil adalah segala sesuatu di mana hukum internasional terambilkan dari padanya dan terasaskan atasnya. Beberapa sumber yang sahih dapat dijadikan sandaran hukum internasional adalah sebagai berikut:

a. Kebiasaan Internasional (al-'urf al-dauli/International Custom)

Asas kebiasaan merupakan suatu sumber hukum internasional yang tersepakati keabsahannya dalam mendasari peraturan-peraturan antar negara. Meski demikian, adalah hal yang sangat sulit memberi pengertian yang devinitif tentang kebiasaan ini. Hal demikian disebabkan tidak ditemukannya kata sepakat antara para pakar hukum dalam sub syarat yang mesti dipenuhi oleh aksi kebiasaan internasional sehingga mampu memberi legalitas atas peraturan yang bersandar padanya. Perbedaan pandangan para ahli hukum dalam elemen-elemen hukum yang mampu mengantarkan sebuah fenomena kebiasaan yang berlaku menjadikan sumber hukum ini akan berbeda secara devinitif antara seorang ahli dengan ahli lainnya. Sebagai contoh, sebagian ahli menyatakan kekuatan sumber kebiasaan bisa terjadi dengan hanya memerlukan suatu perilaku internasional sebagai elemen materil belaka. Pendapat tersebut tenatu saja mengesampingkan pandangan kelompok pakar lain yang hanya mensyaratkan elemen psikologikal yang termanifestasikan dalam tercapainya suatu komitmen dunia internasional perihal perilaku tadi. Sedangkan ada kubu lain lagi yang mensyaratkan keduanya sebagai pemenuhan perilaku kebiasaan yang berkekuatan hukum.

Namun demikian, perselishan pendapat ini tidak melunturkan kesepakatan bahwa perilaku kebiasaan ini mempunyai dua elemen di dalamnya. Pertama, adalah elemen psikologikal ( al-'unshur al-ma'nawi) yaitu, tercapainya suatu pengakuan dunia internasional akan legalitas suatu aksi kebiasaan tertentu dan tumbuhnya komitmen untuk menghormatinya. Kedua adalah elemen materil (al-'unshur al-maadi). Elemen kedua ini akan terpenuhi dalam suatu perilaku tertentu bila di dalamnya terdapati dan terpenuhinya beberapa sub elemen sebagai berikut:

1. Kecukupan Temporalistis (Fatroh Zamaniah Mu'ayyanah/Duration of Practice)

Tidak terdapat standar paten dalam waktu yang disaratkan guna suatu perilaku Negara dianggap telah memenuhi kepantasan secara waktu. Akan tetapi dapat ditakar bahwa suatu kebiasaan tertentu akan dianggap telah memenhi pra syarat temporalistiknya kala perilkau tadi mmapu memebrikan kesan yang menumbuhkan komitmen dunia internasional untuk menegasikan legalitasnya.

2. Generalitis ('Umumiyah al-Suluk/ Extend of Practice)

Yang dimaksud dengan perilaku yang generl adalah suatu tindakan yang dilakukan kolektif oleh berbagai subyek hukum internasional. Jadi bukan suatu perilaku yang nyleneh dan individualistic atau menyendiri.

3. Keterpaduan (Ittisaqi/Uniform)

Artinya praktik kebiasaan tadi dilakukan dengan konstan dan tidak saling bertabrakan satu sama lain. Praktik kebiasaan akan mendapatkan legitimasi sumber hukumnya bila mana tidak terjadi tumpang tindih dalam perilaku itu dan tidak terdapati dikotomi aksi.

b.Perjanjian Internasional (Mu'hadat/Treaties)

Perjanjian yang bisa menjadi sumber hukum internasional adalah suatu kesepakatan yang tunduk di bawah peraturan hukum internasional baik berupa kesepakatan umum atau khusus yang melibatkan dua Negara atau lebih. Dari devinisi ini dapat difahami bahwa perjanjian internasional yang dapat dijadikan sandaran hukum internasional aterbatas pada perjanjian yang dilakukan oleh dua Negara berdaulat atau lebih. Dengan demikian, perjanjian yang dilakukan oleh Negara dan suatu organisasi yang telah mendapat pengakuan sebagai subyek hukum internasinal tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum.

Perjanjian internasional dapat dibagi menjadi beberapa macam menurut sudut pandang yang berbeda. Dilihat dari peserta penandatangan perjanjian, maka perjanjian dapat dibagi menjadi dua. Pertama perjanjian bilateral (tsunaiyah/bipartite), yaitu perjanjian yang terjadi di antara dua negara. Kedua, perjanjian multilateral ( jama'iyyah/ multipartite) yakni bila perjanjian tersebut melibatkan tiga negara atau lebih. Sebagaimana perjanjian internasional disebut sebagai perjanjian traite-lois ( al-syariah/ law making treaties) bila perjanjian itu memunculkan hukum baru di pentas dunia internasional. Jika perjanjian itu hanya demi merealisasikan hukum internasional yang ada maka disebut sebagai treate-contranct (al 'aqdiah/treaty contracts).

c. Prinsip Hukum Umum (Al Mabadi' al Ammah Li al-Qonun/General Principles of Laws)

Meskipun bukan merupakan sumber pokok hukum internasional sebagaiman dua sumber yang telah disebutkan di atas,sumber yang ketiga ini juga diakui publik internasional sebgai salah satu sumber hukumnya. Walaupun devinisi tentang sumber hukum ini belum mencapai kata sepakat. Setidaknya pengertian yang biasa dipakai dalam mengartikan sumber ini adalah prinsip-prinsp umum hukum yang diakui legalitas dan kekuatan hukumnya oleh semua segenap bangsa-bangsa masyarakat internasional (ta'tariif bi ha al qonuniyah li muktlafi al dual/recognized by civilized nations). Yang bisa disebut sebagai misal dari sumber ketiga ini adalah tentang prinsip tanggung jawab (responbilty) dari tindakan yang merugikan fihak lain dan semacamnya.

d. Keputusan Hukum Internasional (Ahkamu al-Qodlo al Dauli/ Judicial Decisions)

Sumber ke empat ini sebenarnya adalah sumber hukum internasioanal yang bersifat sub sumber atau sumber cabangan belaka( al mashdar al ihtiyathi/subsidiang source). Sehingga meskipun keputusan ini hakikatnya hanya berlaku bagi Negara-negara yang menjadi subyek penghakiman, namun keputusan yang diambil atas Negara tersebut bisa dijadikan sebagai pendalilan pada suatu kasus yang sama pada Negara yang berbeda.

Subyek Hukum Internasional (al Syakhsiah al Qonuniah al Dauliah/International Personality)

Sebagai suatu peraturan yang demikian luas, hukum internasioan mempunyai subyek hukum yang jelas berbeda dengan hukum perundang-undangan yang bersifat nasional semata. Sehingga yang menjadi subyek hukum dalam hukum internasional adalah satuan entitas internasional yang mempunyai kapabilitas mapan guna menggunakan hak dan menanggung kewajibannya. Dalam pengertian ini, negara bukanlah satu-satunya yang mempunyai kapabilitas untuk itu semua. Sehingga, menganut pada perkembangan hukum internasional modern, sifat subyek hukum internasional bisa diberlakukan pula bagi oraganisasi bertaraf internasional yang telah mendapat pengakuan publik dunia. Sehingga pemetaan subyek hukum internasional ini dapat dibagi menjadi dua. Pertama, negara sebagai subyek hukum asli hukum internasional. Kedua, oraganisasi internasional yang telah diakui publik dunia akan kapablitasnya dalam menggunakan dan menanggung hak serta kewajiban internasioanl. Termasuk yang terakhir adalah ikatan-ikatan atau asosiasi negara-negara. Sehingga, seseorang atau individu secara personal tidak akan pernah menjadi subyek hukum dalam hukum internasional ini.

Negara merupakan obyek utama (the principal persons ) dalam hukum internasional. Kenyataannya adalah, tidak semua komunitas yang menamakan dirinya sebagai negara di dunia ini bisa memenuhi kualifikasi sebagai negara yang pantas menjadi subyek hukum internasioanal. Setidaknya ada beberapa syarat yang absolute dipenuhi suatu "negara" untuk bisa memastikan diri sebagai subyek hukum internasional, yang di antaranya:

a. Rakyat (as Sya'b al Muqimin/Permanent Population)

Yang terpenting dalam hal ini adalah adanya rakyat yang menyandang kewarganegaraan dari negara yang bersangkutan. Sehingga, standar kwantitas sama sekali bukan merupakan acuan utama dalam syarat ini. Oleh karena itu, negara dengan populasi ribuan semacam San Marino atau Nauru masih dianggap sebagai subyek hukum internasional yang mempunya hak dan kewajiban yang tidak berbeda dengan egara dengan jumlah penduduk ratusan juta.

b.Wilayah (al-Iqlim/Difined Territory)

Wilayah adalah kawasan geografis yang menjadi hak ekslusif dari suatu negar untuk mendayagunakan dan menggunakan kedaulatan atasnya. Mirip sebagaimana elemen rakyat, tidak ada syart khusus seberapa besar wilayah negara untuk bisa mengantarkan dirinya sebagai subyek hukum internasional. Oleh karena itu negara dengan luas wilayah yang hanya beberapa kilometer persegi semisal Luxembergo, Monaco dan sesamanya mempunyai hak yang sama dengan negara dengan luas teritorial jutaan kilometer persegi.

c.Pemerintahan (al Siyadah/a Government)

Guna mencatatkan diri sebagai subyek hukum internasional, sebuah negara harus mempunyai lembaga pemerintahan yang mengendalikan negara dan menjadi pemegang otoritas kekuasaannya. Dengan demikian, negara yang sedang dalam masa perwalian tidak mempunyai hak dan kewajiban sebagai subyek hukum internasional. Namun, perannya di dunia internasioanl diwakili oleh dewan perwalian hingga terbentuknya badan eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan negara tersebut.

Perlu dijelaskan pula bahwa ada beberapa kriteria negara yang sebenarnya tidak berdaulat penuh namun dianggap sebagai subyek hukum internasional yang diakui. Walaupun kekuasaan internasional yang dimilikinya terbatas. Secara garis besar, ada dua kriteria yang masuk dalam tipe negara semacam ini. Pertama, negara-negara bagian dari beberapa negara serikat. Negara bagian seperti ini bisa memainkan peran di dunia internasioanl dengan persetujuan negara pusat. Sebagaimana kanton-kanton yang berserikat dengan Swiss. Kedua, protektorat-protektorat, yaitu negara yang asalnya berdaulat namun dengan tujuan tertentu meminta perlindungan dari negara berdaulat lainnya yang menjadikannya sebagai negara dengan status tidak merdeka, sebagaimana yang pernah terjadi pada Monaco yang meminta proteksi Prancis pada 1908.

Isi dan Kandungan Hukum Internasional

Biasanya hukum internasioanl dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah hukum yang diberlakukan di saat perang. Kedua adalah hukum di saat damai. Hukum antar negara yang diberlakukan di saat perang memegang kedudukan sangat vital, mengingat hal ini berkenaan dengan kedaulatan suatu negara dan kesatuuan wilayah territorial yang dimilikinya. Di abad pertengahan, dimana hubungan antar negara-negara saat itu lebih banyak diwarnai perang dari pada damai hukum internasional lebih didominasi oleh hukum yang mengatur tentang perang antar negara. Hukum perang di darat mempunyai peraturan yang berbeda dengan perang di laut. Hanya saja hingga saat ini belum pernah dibakukan hukum internasioanl yang mengatur perang udara. Bisa jadi hal disebabkan perang udara merupakan fenomena dan trend perang mutakhir. Selain itu, perang udara hanya bisa dilakukan oleh kalangan terbatas. Yaitu sedikit negara yang mempunyai infrastruktur peralatan militer canggih. Sehingga perang udara bukan merupakan fenomena umum yang mudah terjadi. Oleh karena itu sampai hari ini belum ada kodifikasi khusus yang menjelaskan hukum antar negara yang mengatur perang udara.

Sementara itu, hukum internasional yang mengatur relasi antar negara saat damai mempunyai peran sangat vital di era modern ini. Mengingat stabilitas internasioanal yang cenderung baik yang berimplikasi pada pendekatan diplomasi sebagai ujung tombak negara untuk menunjukkan eksistensinya. Selain itu, upaya negara-negara di dunia yang menfokuskan diri pada pemakmuran negaranya berhadapan dengan kepentingan negara lain di tengah percaturan global yang makin ketat dan cepat menumbuhkan urgensi pemantapan hukum damai. Hukum internasional saat damai meliputi antara lain:

a. Peraturan-peraturan yang menjelaskan batas-batas daerah hukum sebuah negara dengan negara lain. Baik batas Negara yang berada di daratan, lautan dan udara.

b. Hukum internasional yang mengatur tentang perwakilan suatu negara atau asosiasi berbagai negara pada negara tertantu. Setidaknya ada tiga lembaga yang menjadi perwakilan negara.

Pertama, kepala negara yang bertindak sebagai wakil tertinggi dari negara yang dikepalainya.

Kedua, duta besar yang ditempatkan pada suatu negara tertentu yang bertindak sebagai wakil negara yang mengutusnya dalam semua relasi yang dibangun antara kedua negara.

Ketiga, kosuler yang diangkat untuk daerah tertentu pada sebuah negara yang hanya punya wewenang pada kepentingan-kepetningan yang berorientasi pada persolan ekonomi. Hanya saja, para konsul tidak bebas untuk mengadakan hubungan dengan negra yang menerimanya. Akan tetapi hubungan yang dijalin dengan pemerintahan negara itu masih tetapa melalui perantar duta.

Penutup.

Hubungan internasional di era modern ini lebih diwarnai dengan stabilitas dunia yang cukup baik. Meski tidak dapat pula dinafikan di beberapa belahan dunia masih terjadi berbagai konflik yang belum usai. Hukum internasional yang disengajakan sebagai pranata yang mengatur relasi antara satu subyek hukum internasional yang melibatkan banyak negara ikut andil dan ambil peran yang sangat vital bagi kemajuan dan perdamaian dunia saat ini. Oleh karena itu, hukum internasional harus senantiasa dikawal sehingga praktek hukum yang dilakukan oleh semua Negara di dunia ini berlandaskan pada keadilan dan kemanusiaan. Bukan pada kepentingan dan egoisme serat ambisi segelintir yang tidak memihak pada perkeadilam. Semoga cita-cita kemakmuran, keadilan dan kedamaian merata di dunia ini secepatnya terwujud dan terjaga sebelum makhluk dunia ini menyongsong ketiganya di akhirat nanti. Amien. Be continud?
(By: Arif reza Syah)

(+) Show All...

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 11:29 AM  

HUKUM INTERNASIONAL

Setelah sedikit banyak kita mengkaji hukum mulai dari pengertian hukum itu sendiri lalu segala aspek yang mendukung terjadinya kaedah hukum kemudian pembidangan hukum itu tersebut dan lain sebagainya, kini kita akan mencoba mengupas satu dari pengklasifikasian hukum-hukum tersebut yaitu Hukum International atau hukum antar negara dan antar organisasi internasional, atau bisa kita sebut hukum transnasional, termasuk didalamnya hukum diplomatik dan konsuler, kali ini kita akan mencoba sedikit menelaah hubungan internasional antar negara yang mana telah diatur oleh hukum internasional, politik yang genjar selalu menjadi background tiap praktisi negara untuk mencapai interest tiap-tiap negara, hubungan hukum internasional dengan politik internasional menjadi kata kunci untuk menjelaskan permasalahan pokok yang berkaitan dengan masalah efektifitas hukum internasional dalam menjamin kepatuhan negara terhadap aturan main yang ada pada level antar negara. Hukum internasional itu sendiri hadir dari beberapa konvensi dan juga resolusi-resolusi PBB, dengan satu tujuan suci tiada lain ialah membina masyarakat internasional yang bersih dari segala hal yang berbau merugikan sesuatu negara, dengan demikian dapat mempererat terjalinnya hubungan internasional atau hubungan antar negara secara sehat, dinamis dan harmornis.

Definisi Hukum Internasional

Berangkat dari pentingnya hubungan lintas negara disegala sektor kehidupan seperti politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya, maka sangat diperlukan hukum yang diharap bisa menuntaskan segala masalah yang timbul dari hubungan antar negara tersebut. Hukum Internasional ialah sekumpulan kaedah hukum wajib yang mengatur hubungan antara person hukum internasional (Negara dan Organisasi Internasional), menentukan hak dan kewajiban badan tersebut serta membatasi hubungan yang terjadi antara person hukum tersebut dengan masyarakat sipil.

Oleh karena itu hukum internasional adalah hukum masyarakat internasional yang mengatur segala hubungan yang terjalin dari person hukum internasional serta hubungannya dengan masyarakat sipil.

Hukum internasional mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu gugat (principle of inciolability), prinsip layak dan umum (principle of reasonable and normal), prinsip eksteritorial (principle of exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain yang penting bagi hubungan diplomatik antarnegara.

Maka hukum internasional memberikan implikasi hukum bagi para pelangarnya, yang dimaksud implikasi disini ialah tanggung jawab secara internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan sesuatu negara atau organisasi internasional dalam melakukan segala tugas-tugasnya sebagai person hukum internasional.

Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan unsur-unsur terpenting dari hukum internasional:
1. Objek dari hukum internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara dan organisasi internasional.
2. Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan internasional dalam artian bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial atau geografis negara, berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri .
3. Kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua kaedah hukum, dan ini yang membedakan antara hukum internasional dengan kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti life service dan adat kebiasaan internasional.

Jika hukum nasional ialah hukum yang terapkan dalam teritorial sesuatu negara dalam mengatur segala urusan dalam negeri dan juga dalam menghadapi penduduk yang berdomisili didalamnya, maka hukum internasional ialah hukum yang mengatur aspek negara dalam hubungannya dengan negara lain.

Sumber-sumber Hukum Internasional

1. Hukum traktat, yakni hukum yang terbentuk dalam perjanjian-perjanjian internasional (tractaten-recht) Kesepakatan dan perjanjian international. Seperti Konvensi Vina, Konvensi New York serta perjanjian serta kesepakatan yang lainnya.
2. Hukum kebiasaan (costumary), yaitu keajegan-keajegan dan keputusan-keputusan (penguasa dan warga masyarakat) yang didasarkan pada keyakinan akan kedamaian pergaulan hidup.
3. Sumber-sumber hukum internasioanl yang lainnya seperti: dasar umum negara, hukum peradilan internasional, fiqh internasional, kaedah keadilan, serta keputusan-keputusan organisasi internasional.

Tanggung Jawab Internasional


Hukum Internasional ada untuk mengatur segala hubungan internasional demi berlangsungnya kehidupan internasional yang terlepas dari segala bentuk tindakan yang merugikan negara lain. Oleh sebab itu negara yang melakukan tindakan yang dapat merugikan negara lain atau dalam artian melanggar kesepakatan bersama akan dikenai implikasi hukum, jadi sebuah negara harus bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.

Pengertian tanggung jawab internasional itu sendiri itu adalah peraturan hukum dimana hukum internasional mewajibkan kepada person hukum internasional pelaku tindakan yang melanggar kewajiban-kewajiban internasional yang menyebabkan kerugian pada person hukum internasional lainnya untuk melakukan kompensasi.

Suatu negara dapat dimintai pertanggung jawabannya secara internasional bila telah memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Negara tersebut telah benar-benar melakukan tindakan yang merugikan, tindak positif ataupun negatif.
2. Tindakan yang merugikan ini timbul dari person hukum internasional yang meliputi negara dan organisasi internasional.
3. Yang terakhir yaitu tindakan yang merugikan itu sendiri, bila tidak ada kerugian yang timbul dari person hukum internasional pertanggungjawaban internasional tidak dapat di terapkan

Tindakan yang merugikan ini dapat timbul dari perangkat badan internasional itu sendiri, yaitu badan legislatif, eksekutif dan pula yudikatif.

Pengertian Negara menurut Hukum Internasional

Pengertian person hukum internasional itu sendiri ialah kesatuan internasional yang diterapkan hukum internasional kepadanya, atau yang mempunyai kelayakan dalam hak dan dibebani oleh beberapa kewajiban yang ditetapkan hukum internasional.

Disini kita perlu membahas sedikit tentang negara yang merupakan subjek sekaligus objek dari hukum internasional, negara dalam pengertian hukum internasional ialah sekumpulan orang-orang yang berdomisili di suatu teritorial tertentu secara mapan(stabil) serta patuh kepada kekuatan hukum yang bijaksana dan mempunyai kedaulatan serta memiliki kewenangan penuh.

Negara mempunyai tiga unsur penting yaitu; Rakyat, Teritorial (daerah), dan Kekuasan (kewenangan). Rakyat terbentuk dari penduduk yang menetap di teritorial negara secara mapan(stabil) dan terikat pada negara secara politik serta hukum, atau dapat kita sebut kewarganegaraan. Sedangkan teritorial adalah letak geografis dimana suatu negara dapat melaksanakan segala kekuasannya yang ditetapkan oleh hukum internasional sebagai person hukum internasional, iklim meliputi area daratan, air dan lapisan langit. Kemudian Kekuasaan itu sendiri ialah kemerdekaan secara utuh dalam urusan internal dan eksternal Negara, kebebasan internal dalam artian suatu negara dapat melaksanakan seluruh urusan dalam negerinya yang ditanggani oleh dewan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, sedangkan kebebasan eksternal atau luar dimaksudkan ialah kelayakan suatu negara guna melaksanakan seluruh juridiksi atau kompetensi internasional.

Suatu negara mempunyai hak yang sama dimata hukum internasional seperti; kemerdekaan, kedaulatan, persamaan didepan hukum, dan pertahan diri, selain itu negara juga mempunyai kewajiban seperti; pelarangan interpensi dalam urusan negara lain, menghargai negara lain dan lain sebagainya. Subjek hukum internasional juga berasal dari Organisasi Internasional, organisasi internasional dapat kita definisikan sebagai berikut; organisasi antarpemerintah yang diakui sebagai subjek hukum internasional dan mempunyai kapasitas untuk membuat perjanjian internasional.

Peristiwa Internasional


Dari segi yang berbeda hukum internasional merupakan hukum yang berhubungan dengan Peristiwa Internasional, adapun yang termasuk Peristiwa Internasional ialah:
a. Hukum Tantra (Tata Tantra maupun Karya/Administrasi Tantra) substantif/materiel dan ajektif/formil,
b. Hukum Pidana – substantif/materiel dan ajektif/formil,
c. Hukum Perdata – substantif/materiel dan ajektif/formil –
Dan karena itu masing-masing disebut Hukum Tantra Internasional. Hukum Pidana Internasional dan Hukum Perdata Internasional.

Oleh sebab itu jelaslah bahwa hukum itu disebut Hukum Internasional atau Hukum Nasional bukan ditentukan oleh sumbernya, Nasional atau Internasional. Sumber Nasional dari pada Hukum Tantra Internasional adalah misalnya pasal 11 & 13 UUD’45 dan bila sumber itu berupa hasil karya Tantra Internasional (perjanjian) maka untuk berlakunya perlu pengukuhan secara Nasional, sekurangnya diumumkan dalam Lembaran/Berita Nasional. Contoh dari ketentuan Hukum Pidana International yang bersumber Nasional adalah pasal 2 s/d 8 KUHP, sedang yang bersumber Internasional ialah misalnya Perjanjian Ekstradisi. Hukum Perdata Internasional adalah sungguh Hukum Internasional karena berhubungan dengan peristiwa dalam sikap tindak, kejadian, dan keadaan Internasional, misalnya: bidang hukum harta kekayaan seperti warga Indonesia mempunyai rumah di Singapura, bidang hukum keluarga seperti Warga negara Malaysia menikah dengan warga negara Indonesia, bidang hukum waris seperti seorang Pewaris warga negara Cina mempunyai ahliwaris warganegara Indonesia. Dalam hal ini perlu juga ditegaskan bahwa bila peristiwa Hakim Nasional; mengadili perkara suatu (Tantra/Pidana/Perdata) Internasional, maka menyelenggarakan Peradilan Internasional (dedoublement functionel) dan keputusannya merupakan hukum konkrit internasional walaupun ia bukan hukum internasional dan lembaganya tetap Pengadilan Nasional.

Hukum Diplomatik dan Konsuler

Pengertian hukum diplomatik masih belum banyak diungkapkan, karena pada hakekatnya hukum diplomatik merupakan bagian dari Hukum Internasional yang mempunyai sebagian sumber hukum yang sama seperti konvensi-konvensi Internasional.

Diplomasi merupakan suatu cara komunikasi yang dilakukan antara berbagai pihak termasuk negoisasi antara wakil-wakil yang sudah diakui. Praktik-praktik negara semacam itu sudah melembaga sejak dahulu dan kemudian menjelma sebagai aturan-aturan hukum internasional. Namun pengertian secara tradisional kata ‘hukum diplomatik’ digunakan untuk merujuk pada norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang kedudukan fungsi misi diplomatik yang dipertukarkan oleh negara-negara yang telah membina hubungan diplomatik, lain halnya dengan pengertian-pengertian sekarang yang bukan saja meliputi hubungan diplomatik dan konsuler antarnegara, tetapi juga keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional.

Dari pengertian sebagaimana tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan adanya beberapa faktor yang penting yaitu hubungan antara bangsa untuk merintis kerjasama dan persahabatan, hubungan tersebut dilakukan melalui pertukaran misi diplomatik termasuk para pejabatnya. Dengan demikian, pengertian hukum diplomatik pada hakikatnya merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar permufakatan bersama dan ketentuan atau prinsip-prinsip tersebut dituangkan didalam instrumen-instrumen hukum sebagai hasil dari kodifikasi hukum kebiasaan internasional dan pengembangan kemajuan hukum internasional.

Dalam perkembangannya, hukum diplomatik mempunyai ruang lingkup yang lebih luas lagi bukan saja mencakupi hubungan diplomatik antarnegara, tetapi juga hubungan konsuler dan keterwakilan negara dalam hubunganya dengan organisasi-organisasi internasional khususnya yang mempunyai tanggungjawab dan keanggotaannya yang bersifat global atau lazim disebut organisasi internasional yang bersifat universal. Bahkan dalam kerangka hukum diplomatik ini dapat juga mencakupi ketentuan-ketentuan tentang perlindungan keselamatan, pencegahan serta penghukuman terhadap tindak kejahatan yang ditujukan kepada para diplomat.

Para pejabat diplomatik yang dikirimkan oleh sesuatu negara ke negara lainnya telah dianggap memiliki suatu sifat suci khusus. Sebagai konsekuensinya, mereka telah diberikan kekebalan dan keistimewaan diplomatik, ini merupakan aturan kebiasaan hukum internasional yang telah ditetapkan, termasuk harta milik, gedung dan komunikasi. Untuk menunjukkan totalitas kekebalan dan keistimewaan diplomatik tersebut, terdapat 3 teory yang sering digunakan dalam hal ini, yaitu; exterritoriality theory, representative character theory dan functional necessity theory. Sifat dan prinsip tersebut itu diberikan kepada para diplomat oleh hukum nasional negara penerima. Pemberian hak-hak tersebut didasarkan resiprositas antarnegara dan ini mutlak diperlukan dalam rangka:
1 Mengembangkan hubungan persahabatan antarnegara, tanpa mempertimbangkan sistem ketatanegaraan dan sistem sosial mereka berbeda.
2 Bukan untuk kepentingan perseorangan tetapi untuk menjamin terlaksananya tugas para pejabat diplomatik secara efisien terutama dalam tugas dari negara yang mewakilinya.

Kekebalan dan keistimewaan diplomatik akan tetap berlangsung sampai diplomat mempunyai waktu sepantasnya menjelang keberangkatannya setelah menyelesaikan tugasnya di sesuatu negara penerima. Namun negara penerima setiap kali dapat meminta negara pengirim untuk menarik diplomatnya apabila ia dinyatakan persona non grata.

Esensial Hukum Internasional

Apa yang menjadi kepentingan hukum internasional adalah memberikan batasan yang jelas terhadap kewenangan negara dalam pelaksanaan hubungan antarnegara. Hal ini bertolak belakang dengan kepentingan penyelenggaraan politik internasional yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperbesar kekuasaan. Karena itu, hukum bermakna memberikan petunjuk operasional perihal kebolehan dan larangan guna membatasi kekuasaan absolut negara.

Realitanya keterkaitan diantara kedua dimensi hubungan ini berujung kepada persoalan esensi hukum sebagai suatu kekuatan yang bersifat memaksa. Masalah efektifitas hukum dalam hubungan internasional ini menimbulkan dua konsekuensi yang secara diameteral saling bertolak-belakang. Pertama, struktur hukum nasional lebih tinggi dari pada hukum internasional. Pemahaman ini membawa implikasi hukum internasional terhadap kebijakan domestik suatu negara akan diukur berdasarkan sistem hukum nasional. Di sini hukum internasional baru akan berlaku jika tidak bertentangan dengan kaedah hukum nasional. Agar berlaku, hukum internasional juga perlu diadopsi terlebih dahulu menjadi hukum nasional, yaitu suatu proses yang dilakukan antara lain melalui ratifikasi. Dasarnya adalah doktrin hukum pacta sunc servanda di mana perjanjian berlaku sebagai hukum bagi para pihak. Perjanjian merefleksikan itikad bebas yang dicapai secara sukarela oleh subjek hukum internasional yang memiliki kesetaraan satu sama lain. Sebaliknya, hukum dinilai tidak dapat berfungsi secara efektif jika tidak ada keinginan negara untuk tunduk di bawah ketentuan yang diaturnya. Kemudian pemahaman kedua sementara itu mendalilkan bahwa hukum internasional otomatis berlaku sebagai kaedah hukum domestik yang mengikat negara tanpa melalui proses adopsi menjadi hukum nasional. Menurut paradigma ini, hukum internasional merupakan fondasi tertinggi yang mengatur hubungan antarnegara. Sumber kekuatan mengikat hukum internasional adalah prinsip hukum alam(costumary) yang menempatkan akal sehat masyarakat internasional sebagai cita-cita dan sumber hukum ideal yang tertinggi. Terlepas dari ada atau tidaknya persetujuan ini, secara yuridis negara dapat terikat oleh prinsip hukum internasional yang berlaku universal atau oleh kaedah kebiasaan internasional. Customary itu sendiri membuktikan bahwa praktek negara atas sesuatu hal yang sama dan telah mengkristal, sehingga diakui oleh masyarakat internasional memiliki implikasi hukum bagi pelanggaran terhadapnya.

Penutup

Pembahasan tentang hukum internasional tidak akan pernah berakhir itu disebabkan eksistensi hukum internasional bersinggungan langsung dengan peristiwa internasional yang selalu menimbulkan hal-hal baru, kedaulatan sesuatu negara selalu menjadi polemik tiada henti dalam aplikasi hukum internasional itu sendiri. Hukum internasional mempunyai lahan yang sangat luas ini dikarenakan menyangkut pelbagai macam aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Hukum internasional juga mencakup hukum laut dan udara yang bukan teritorial negara tertentu, dan juga hukum pada waktu perang serta lain sebagainya.

Daftar Bacaan

Suryokusumo, Sumaryo,.(1995) Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Bandung: Alumni.
Soekanto, Soerjono,.(1993) Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung: Citra Aditya.
Mahmud, Abdul Ghani,.(2003) Al-Qonun al-Dauli al-A’mm, Cairo : Dar el-Nahdlah el-Arabia.
Beberapa Situs.
By:Imam Ghazali

(+) Show All...

Posted in Labels: Posted by Forum Studi Syari'ah wal Qanun at 10:58 AM  

 

wibiya widget

Copyright 2008. Forum Studi Syari'ah wal Qanun. Home